Jakarta, CNN Indonesia -- Putusan Mahkamah Agung yang menganulir sejumlah pasal di Permenhub Nomor 26/2017 sudah diperkirakan akan terjadi. Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai secara materiil revisi Permenhub tersebut bertentangan dengan undang-undang.
Tigor melihat peraturan yang khusus mengatur keberadaan taksi daring itu tak selaras dengan UU 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Selain UU 22/2009, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) ini juga melihat Permenhub 26/2017 berlawanan dengan UU 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh MA ke-14 poin ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan kepada Menhub untuk mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 poin dalam peraturan menteri tersebut," begitu bunyi pesan Tigor yang diterima CNNIndonesia.com.
Poin-poin yang dibatalkan dalam putusan MA itu meliputi kewajiban kir, kuota armada, penetapan tarif batas atas dan bawah, serta STNK Atas nama badan hukum.
Dugaan Tigor soal putusan MA ini menurutnya sudah tampak dari penerapan tarif batas atas dan bawah. Menurutnya sesuai UU 22/2009, tarif taksi tercapai atas kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa.
"Jadi ketentuan soal penetapan tarif batas atas dan bawah dalam Permenhub 26/2017 adalah bertentangan atau melanggar peraturan yang lebih tinggi dan dinyatakan tidak bisa diberlakukan," ujar Tigor.
Sebelumnya MA memenangkan gugatan enam orang yang berprofesi angkutan sewa khusus. Putusan MA bernomor 37 P/HUM/2017 ini memutuskan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi daring sebagai konsekuensi logis dari perkembangan teknologi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan dan perjalanan dengan harga yang relatif lebih murah dan tepat waktu.
Kemenhub sendiri menyikapi putusan MA itu dengan mempelajarinya terlebih dahulu.
"Saya masih mempelajari keputusan MA, yang jelas sebagai kementerian apa yang diputuskan oleh MA tetap kami hormati. Namun demikian, karena ini berkaitan dengan masyarakat banyak, kami juga akan mencari jalan keluar agar tidak ada perusahaan yang dirugikan," ujarnya, Senin (21/6).
Ia mengimbau, masyarakat dan operator angkutan daring untuk tidak terlalu resah karena efektivitas putusan MA itu masih tiga bulan. Ia menjelaskan, Kemenhub akan mengambil sikap terbaik yang dapat menjalankan keputusan MA, namun pelaksanaannya tidak menimbulkan gejolak di lapangan.
"Kami masih punya waktu sampai 1 November 2017 untuk mengambil sikap yang terbaik. Di satu sisi, kami melaksanakan apa yang menjadi putusan MA. Tapi, pelaksanaan putusannya juga tidak menimbulkan gejolak di lapangan," katanya.
(evn)