Desa Paling Menyedihkan Itu Bernama Lesten

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2016 12:09 WIB
Desa Lesten, itulah namamu. Jangan cemburu dan marah dengan judul tulisan ini. Sebab, kami pun tidak pernah bahagia menyebutnya (Menyedihkan).
Foto: Deddy Sinaga
Banda Aceh, CNN Indonesia -- Di sebuah kabupaten berjuluk Negeri Seribu Bukit, terdapat satu desa yang membuat anda mengurut dada. Desa itu berada di wilayah kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Semua mimpi buruk ada di desa ini. Mulai dari sulitnya ekonomi, pendidikan, pembangunan, komunikasi, transportasi, dan banyak lagi.

Desa ini dihuni oleh masyarakat suku Gayo, yang berjumlah lebih kurang 70 KK. Untuk menuju ke sana, kalian butuh waktu sekitar 2 jam dengan kendaraan bermotor atau berjarak sekitar 30 kilometer dari Ibu Kota Gayo Lues, Blangkejeren.

Melanjutkan perjalanan dari Pining, cerita kesedihan dari desa ini pun dimulai. Meskipun hanya berjarak sekitar 18 kilometer dari Pining, kalian mesti menelusurinya dengan sabar. Selain memakan waktu hingga 8 jam, kalian mesti tabah menyisiri liku-liku medan jalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

O iya. Jangan berpikir kalian mampu melaluinya dengan kendaraan, bahkan dengan sepeda motor jenis trail sekalipun. Untuk menuju ke sana sudah disediakan kendaraan alat berat merek Jhon Deere dengan ongkos Rp35.000 per orang.

Alat berat yang seharusnya untuk membajak sawah ini merupakan pemberian Dinas Pertanian setempat. Lagi-lagi sungguh menyedihkan, tersiar kabar satu-satunya Jhon Deere itu sering rusak. Apalagi jika musim hujan, jalan kaki adalah satu-satunya pilihan.

Segala perkembangan zaman yang sedang kita nikmati sekarang tidak ditemukan di desa ini. Aliran listrik yang masih menggunakan tenaga surya, fasilitas desa yang terbatas membuat kalian akan memeras batin. Berbicara masalah penduduk dan pembangunan, pernyataan "Kami Belum Merdeka" dari Sekretaris Desa setempat, Ibrahim jadi alasan saya menulis ini. Mungkin tidak berpengaruh, namun setidaknya saya jadi sedikit lebih tenang. 

Pendidikan? Lanjutan sekolah menengah pertama dan atas tidak ada di sini. Di sini hanya selesai di tingkat SD saja. Padahal untuk anak-anak melanjutkan pendidikannya bukan hal yang mustahil karena bisa dilanjutkan di Pining. Lagi-lagi karena kondisi jalan, anak-anak ini harus berlapang dada.

Ekonomi? Apa yang bisa diandalkan dengan kondisi jalannya serta signal handpone yang tak tersedia? Padahal, potensi hasil pertanian di desa ini cukup baik namun karena kondisi jalannya, petani malah merugi. Sebab, modal yang dirogoh untuk berdagang ke pasar Pining lebih besar dari untung yang didapat.

Meskipun dihujani kekurangan dalam hal pembangunan, bukan berarti akan menyiksa kalau kalian jika berkunjung ke desa ini. Keramahan masyarakatnya spontan akan membuat kalian merasa nyaman. Rasa sosial yang hebat, kesabaran dan semangat hidup jadi pelajaran yang nikmat untuk dipetik.

Bertahun-tahun mereka seperti terkurung namun selalu gembira menyambut dan melayani tamu yang datang. Bersyukur mendengar kabar kehebatan seni tari Saman, meski sampai sekarang berjalan dengan kaki telanjang.

Sebenarnya saya tidak terlalu paham, apa penyebab kesedihan Gayo di desa ini begitu sempurna. Kendala apa bagi pemerintah Gayo Lues dan Aceh yang membuat mereka harus tetap menunggu begitu lama menjadi desa yang tertinggal. Saya hanya berharap, mereka menikmati apa yang saya nikmati sekarang. Pendidikan yang pantas, kebutuhan ekonomi yang cukup, serta fasilitas lainnya.

Teringat apa yang dikatakan seorang penulis Tere Liye: "Untuk dikenal bukan dengan banyak bicara tapi dengan banyak menulis." Saya setuju dan itulah yang sedang saya harapkan. Semoga dengan tulisan ini, penderitaan masyarakat Gayo di desa ini jadi dikenal oleh para wakil rakyat dan pemimpin daerah di negara ini.

Desa Lesten, itulah namamu. Jangan cemburu dan marah dengan judul tulisan ini. Sebab, kami pun tidak pernah bahagia menyebutnya (Menyedihkan).
(ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER