PROYEKSI EKONOMI 2015

Kala Bisnis Migas Dirundung Malang

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Kamis, 01 Jan 2015 23:55 WIB
Di tengah penurunan angka produksi, Indonesia dihadapkan kondisi loyonya harga minyak dunia. Bisakah industri migas nasional lolos dari lubang jarum?
(CNNIndonesia/Free Watermark)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bak jatuh lantas tertimpa tangga. Peribahasa itu sekiranya tepat menggambarkan iklim investasi minyak dan gas bumi di Indonesia saat ini. Pasalnya, di tengah tren penurunan produksi nasional dalam beberapa tahun terakhir, kini pemerintah harus dihadapkan dengan kondisi anjloknya harga minyak dunia yang berada di kisaran US$ 60 per barel. Tak pelak, sejumlah katalis negatif tadi diyakini akan memperkecil ruang fiskal yang saat ini tengah disusun pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), rata-rata harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) 2014 berada di level US$ 100,48 per barel. Jika dibandingkan dengan proyeksi sejumlah analis yang memperkirakan harga minyak tahun ini akan bergerak di kisaran US$ 60 per barel, itu berarti terdapat penurunan sekitar 40 persen atau sekitar US$ 40 per barel.

Fakta ini kian diperparah dengan catatan SKK Migas yang melansir data produksi minyak nasional hanya mencapai 794 ribu barel per hari (bph) atau lebih rendah 3 persen dari target lifting APBN-P di angka 818 ribu bph, sepanjang 2014. Begitu pun dengan angka produksi gas bumi Indonesia yang mencapai 1.218 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau masih dibawah target APBN-P 2014 yang dipatok pada 1.224 mmscfd.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak salah jika Board of Director Indonesia Petroleum Association (IPA), Lukman Mahfoedz menyatakan tahun ini merupakan momentum yang berat bagi industri migas nasional bahkan dunia.

"Pelemahan harga minyak dunia memberi pukulan berat bagi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) di dunia, tak terkecuali yang beroperasi di Indonesia. Bahkan laporan yang saya terima pada 2015 ada US$ 150 miliar project minyak di dunia on hold karena harga minyak sedang anjlok," tutur pria yang juga merupakan Presiden Direktur PT Medco Energi Indonesia Tbk.

Bahkan, lantaran kian rendahnya harga minyak dunia Medco pun memutuskan untuk tidak menggenjot produksi migasnya pada 2015. Tahun ini, perusahaan besutan Arifin Panigoro tersebut hanya menargetkan produksi migas sebesar 60 ribu barel oil equivalent per day (BOEPD) seperti target produksinya tahun ini.

Adakah kesempatan?

Meski harga minyak tengah loyo, Deputi Pengedalian Perencanaan SKK Migas, Aussie Gautama menilai satu kesempatan yang baik jika para KKKS menggenjot kegiatan eksplorasi. Pasalnya, Aussie mengatakan pelemahan harga minyak akan berefek domino pada turunnya biaya sewa rig alias fasilitas pengeboran sumur migas. Adapun fenomena ini bisa dimanfaatkan para KKKS untuk menambah cadangan migas di Indonesia. "Kalau ada yang bilang dibalik musibah itu ada hikmah, mungkin disini letaknya," cetus Aussie.

Praktisi senior migas Abdul Rifai Natanegara menambahkan, sudah semestinya melihat kesempatan ini pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said segera mempercepat proposal-proposal pengembangan (PoD) baik untuk kegiatan eksplorasi hingga produksi.

"Industri migas itu butuh interval waktu yang panjang mulai dari perizinan, persiapan hingga eksplorasi dan produksi. Jangan sampai kita kembali terhanyut karena adanya satu dua kepentingan ditengah fakta bahwa produksi dan cadangan migas kita terus turun," katanyanya.

Akankah industri migas nasional meraih hoki di tahun kambing kayu? (dim/dim)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER