HARGA ENERGI

2015, Babak Baru yang Berat bagi Industri Nasional

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Sabtu, 03 Jan 2015 14:27 WIB
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menaikkan harga jual produk 10-15 persen pada 2015 mengikuti kenaikan harga BBM, UMP, dan listrik.
Seorang pekerja menata tempe sambil menunggu proses fermentasi, di salah satu tempat pembuatan tempe di Medan, Sumut, Rabu (19/11). (Antara Foto/Septianda Perdana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Adhi Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan industri nasional saat ini memasuki babak baru menyusul dicabutnya subsidi atas premium dan listrik. Volatilitas harga energi dan rupiah diyakini akan menjadi tantangan terberat bagi pelaku industri untuk bisa bertahan pada 2015.

"Kami harus wapada dan ikuti perkembangan harga dan ketetapan pemerintah untuk harga bulanan BBM. Ini jadi catatan dari industri untuk mempertimbangkan faktor-faktor tersebut," jelasnya kepada CNN Indonesia, Sabtu (3/1).
 
Untuk industri makanan dan minuman, kata Adhi, telah mempertimbangkan kebijakan pemerintah mencabut subsidi premium dan listrik. Hal itu menjadi dasar pertimbangan para pengusaha yang tergabung di Gapmmi untuk menaikkan harga jual produk sekitar 10 persen hingga 15 persen pada 2015.

"Kenaikan produk 10-15 persen karena mempertimbangkan kenaikan BBM, upah pekerja, tarif dasar listrik, dan juga biaya-biaya lain yang terkena dampak," tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Adhi, perdebatan mengenai penghapusan subsidi BBM dan listrik sebenarnya sudah lama berlangsung. Bahkan, Gapmmi dan Kadin Indonesia telah lama mengusulkan kebijakan itu agar ada ruang fiskal untuk memperbaiki infrastruktur logistik.

"Kebijakan ini bisa kami terima asalkan dana penghematannya dialihkan untuk membenahi infrastruktur logistik dan supply chain, karena ini penting untuk menurunkan biaya distribusi," katanya.

Adhi Lukman berharap dampak positif dari pembenahan infrastruktur ke distribusi barang dan jasa bisa terasa pada tahun depan sehingga produsen tidak perlu lagi menaikan harga jual.

"Tantangan di 2015 lebih berat terutama karena pengaruh pelemahan rupiah. Kami juga mempertimbangkan tapering off di Amerika Serikat," tuturnya.

Kendati berat, Adhi Lukman memperkirakan industri makanan dan minuman masih akan tumbuh sekitar 8 persen pada tahun ini. "Kami konservatif  karena potensi sebenarnya bisa lebih dari itu, bisa 10 persen, kalau kondisinya lebih baik," ucapnya.
 
Pada kesempatan terpisah, Ketua Asosiasi Pengelasan Indonesia Achdiat Atmawinata mengatakan listrik merupakan kompoenen terbesar bagi industri jasa pengelasan. Sementara untuk BBM jenis premium, pemanfaatannya relatif kecil sehingga tidak berdampak langsung.

"Tapi industri jasa ini tidak terlalu terpengaruh karena marginnya lumayan besar," tuturnya. (ags/ags)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER