PROYEKSI EKONOMI 2015

PwC: Waspadai Lanjutan Perlambatan Ekonomi Tiongkok

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 08 Jan 2015 09:21 WIB
Pemerintah Indonesia diminta mewaspadai lanjutan melemahnya ekonomi Tiongkok, penguatan ekonomi Amerika Serikat dan India.
Presiden Tiongkok Xin Jinping. (GettyImages/Feng Li)
Jakarta, CNN Indonesia -- Price Waterhouse Cooper (PwC), perusahaan audit asal Amerika Serikat mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk mewaspadai perlambatan ekonomi Tiongkok yang akan terus berlanjut tahun ini.

Ekonom senior PwC Richard Boxshall mengatakan ekonomi Tiongkok diperkirakan akan mencapai titik terendah perlambatan sejak 1990. “Tiongkok memang masih akan memberi kontribusi terbesar pada pertumbuhan ekonomi global tahun ini. Namun kami perkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi mereka sebesar 7,2 persen tahun ini akan menjadi yang paling lambat sejak 1990,” ujar Boxshall melalui siaran pers, dikutip Kamis (8/1).

Perlambatan ekonomi Tiongkok sepanjang 2014 lalu terbukti memberikan pengaruh pada tidak tercapainya target penerimaan negara yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebesar Rp 161,63 triliun atau 93,04 persen dari target APBNP Rp 173,73 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Susiwijoyo Mugiharso, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabenan DJBC menjelaskan dari tiga pos penerimaan yang diamanatkan ke DJBC, hanya setoran cukai yang mencapai target, yakni sebesar Rp 118, 1 triliun atau 100,5 persen dari target Rp 117,45 triliun.

Sementara untuk realisasi bea masuk dan bea keluar, masing-masing hanya terealisasi 90,27 persen atau Rp 32,2 triliun dari target Rp 35,6 triliun dan 54,98 persen atau Rp 11,3 triliun dari target Rp 20,6 triliun.

Khusus untuk bea keluar, lanjut Susiwijoyo, menurunnya kinerja ekspor hingga hingga November menjadi penyebab rendahnya kontribusi penerimaan dari sektor ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia selama periode Januari-November 2014 sebesar US$ 161,67 miliar atau turun 2,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

"Realisasi ekspor migas sebesar US$ 127,98 miliar atau turun 4,27 persen, sedangkan ekspor nonmigas sebesar US$ 133,69 miliar atau turun 1,95 persen. Hal ini disebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara utama tujuan ekspor, seperti Tiongkok, Jepang, India, Uni Eropa, dan lain-lain," kata Susiwijoyo.

Ekonomi Amerika Bangkit

Menurut Boxshall, Indonesia sedikit terbantu dengan membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS). PwC menilai tahun ini pertumbuhan ekonomi AS akan mencapai titik tercepat sejak sepuluh tahun terakhir. Beberapa indikatornya adalah tingkat pengangguran di AS menurun selama 2014 hingga mencapai di bawah 6 persen, dikombinasikan dengan anjloknya harga minyak, dan semakin meningkatnya konsumsi rumah tangga.

“PwC memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS akan mencapai lebih dari 3 persen di 2015, yang merupakan tingkat pertumbuhan tercepat sejak tahun 2005. Sejalan dengan kondisi tersebut, kami perkirakan bahwa AS akan memberikan kontribusi sebesar 3 persen kepada pertumbuhan PDB dunia di 2015, yang menjadi kontribusi terbesar per tahunnya sejak masa krisis keuangan,” kata Boxshall.

BPS mencatat, sampai November 2014 ekspor non-migas Indonesia ke AS menempati urutan kedua terbesar di bawah Tiongkok yang membeli produk Indonesia sebanyak US$ 1,35 miliar. Sedangkan nilai ekspor ke AS tercatat sebesar US$ 1,24 miliar.

“Indonesia juga perlu meningkatkan kerjasama dengan India yang kami perkirakan akan tumbuh ekonominya mencapai 7 persen. Harga minyak yang rendah akan memicu pertumbuhan PDB, mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang dialami India dan membantu menurunkan tingkat inflasi. Hal tersebut membantu India dalam melaksanakan reformasi struktural pertumbuhan makroekonomi mereka,” katanya. (gen)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER