Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) meminta pemerintah membuat patokan harga rumput laut sebagai bahan baku industri guna mendukung hilirisasi budi daya jenis tanaman laut ini. Kebijakan tersebut juga diharapkan meningkatkan perdagangan gulma laut ini di pasar domestik.
"Daya beli industri nasional bisa ditingkatkan dengan mengikuti harga internasional," ujar Ketua ARLI Safari Azis melalui siaran pers yang dirilis oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jumat (16/1).
Azis menilai konsumsi rumput laut lokal oleh industri nasional masih sangat rendah karena kendala pasokan. Hal ini sangat disayangkannya mengingat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut yang cukup besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini terjadi karena daya beli industri nasional bagi bahan baku rumput laut masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan Tiongkok, Filipina, dan Chile," jelasnya.
Selain masalah daya beli, kata Azis, minimnya penyerapan rumput laut juga dikarenakan pengusaha rumput laut cenderung lebih memilih ekspor ketimbang mengolahnya menjadi produk bernilai tambah.
"Angka ekspornya pasti lebih tinggi karena pelaku lebih suka mengekspor rumput laut kering karena harganya lebih tinggi," tuturnya.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat produksi rumput laut nasional pada 2013 mencapai 930 ribu ton kering. Dari jumlah tersebut, sebanyak 176 ribu ton diekspor dengan nilai total US$ 162,4 juta, sedangkan yang diserap oleh industri nasional hanya 120 ribu ton kering. Dengan demikian masih terdapat persediaan rumput laut sebanyak 640 ribu ton kering yang belum dapat dioptimalkan.
"Namun, kami juga mengharapkan ekspor rumput laut tetap jalan untuk meningkatkan perolehan devisa dan terutama untuk membuka pasar bagi pembudidaya rumput laut yang berada di pulau-pulau kecil," katanya.
(ags/gen)