Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengenakan tambahan bea masuk anti-dumping (BMAD) atas impor produk benang filamen sintetik asal Malaysia dan Thailand. Benang filamen sintetik yang dimaksud adalah Spin Drawn Yarn (SDY) dan Partially Oriented Yarn (POY).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 13/PMK.010/2015 dan 14/PMK.010/2015 yang terbit dan efektif berlaku per 19 Januari 2015.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam beleid pertama menjelaskan sesuai hasil penyelidikan Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) terbukti adanya dumping atas impor produk SDY dari Tiongkok, Korea, Malaysia, dan Taiwan. Sementara pada PMK yang kedua, disebutkan dumping terjadi atas impor POY dari Malaysia, Korea, Tiongkok, Taiwan, dan Thailand.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khusus untuk praktik dumping SDY dari Malaysia telah mengakibatkan kerugian material bagi industri dalam negeri sehingga dikenakan BMAD sebesar 7,5 persen. Demikian halnya untuk impor POY dari Malaysia dan Thailand terbukti merugikan produsen dalam negeri sehingga menjadi dasar pengenaan BMAD sebesar antara 9,3 persen hingga 13,3 persen.
"Pengenaan BMAD merupakan tambahan bea masuk yang dipungut berdasarkan skema tarif bea masuk preferensi untuk eksportir dan/atau produsen pada perusahaan yang berasal dari negara-negara yang memiliki kerjasama perdagangan dengan Indonesia," tulis Menkeu pada kedua beleid yang diperoleh CNN Indonesia, Kamis (29/1).
Dalam hal skema tarif bea masuk preferensi tidak terpenuhi, Bambang Brodjonegoro menegaskan BMAD menjadi tambahan bea masuk yang dipungut berdasarkan bea masuk umum (Most Favoured Nation). BMAD ini berlaku sepenuhnya terhadap impor produk SDY yang dokumen pemberitahuan pabean impornya telah mendapat nomor pendaftaran dari kantor pabean.
(ags/ags)