Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah spekulasi muncul di tengah rontoknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Djoko Siswanto mensinyalir, pelemahan rupiah dalam beberapa hari terakhir juga dilatarbelakangi oleh masih tingginya impor minyak yang dilakukan PT Pertamina (Persero).
"Kalau saya pikir salah satunya karena itu. Kan kebutuhan minyak impor kita sangat besar. Jadi mau tidak mau Pertamina membutuhkan banyak dolar untuk membeli minyak (produk)," ujar Djoko yang juga salah satu pejabat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) di Jakarta, Rabu (11/3).
Meski tak menerangkan secara spesifik, Djoko mengatakan sejatinya Pertamina secara rutin membutuhkan banyak dolar untuk membeli produk bahan bakar minyak (BBM) seperti premium dan pertamax dari pasar Singapura. Adapun pembelian produk minyak tersebut ditujukan bukan untuk memenuhi kebutuhan harian, melainkan pembelian produk didasarkan untuk mengamankan cadangan produk minyak yang dimiliki oleh perusahaan migas pelat merah itu.
Menurut Djoko, mayoritas kebutuhan minyak yang beredar di masyarakat saat ini didapatkan melalui kontrak jangka panjang. "Untuk detilnya silakan tanya Pertamina. Tapi yang saya tahu kebutuhan dolar paling banyak itu ya untuk impor minyak," tutur Djoko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data perdagangan di pasar valuta asing, hari ini rupiah kembali keok dan ditutup pada level 13.192 per dolar AS. Posisi ini mengalami penurunan 98 poin atau sekitar 0,75 persen dibandingkan posisinya pada sesi pembukaan pagi tadi di 13.098 dan sempat bergerak pada level 13.145 sampai 13.245 per dolar AS.
Sementara pada kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah ditutup pada level 13.165 per dolar AS, melemah 105 poin dari posisi kemarin.
(ags)