Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaruh harapan pada lancarnya proses penyelesaian fasilitas produksi Blok Cepu demi mengamankan target
lifting minyak sebesar 825 ribu barel per hari (BPH) dalam APBNP 2015.
I Gusti Nyoman Wiratmadja, Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM menjelaskan sampai saat ini realisasi
lifting minyak masih berada di bawah target yang ditentukan.
Oleh karena itu, pemerintah menurutnya sangat berharap Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu yang dioperasikan Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL) di Jawa Timur bisa menambah jumlah produksi secara signifikan mulai pekan depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
We do our best. Kalau sampai bulan ini memang masih di bawah 800 ribu BPH. Kami akan upayakan supaya yang dari Cepu bisa masuk karena Cepu mulai minggu depan akan tambah produksi," ujar Wiratmadja.
Pernyataan tersebut dilontarkan Wiratmadja guna menanggapi pesimisme Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro yang tidak yakin target
lifting 825 ribu BPH tercapai tahun ini. Minimnya investasi yang dilakukan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) di sektor hulu migas) kibat rendahnya harga minyak dunia menjadi penyebab tidak tercapainya target tersebut.
Wiratmadja berharap rencana penambahan produksi Blok Cepu tidak molor dari yang direncanakan. Menurutnya, Blok Cepu akan mengalami puncak produksi 165 ribu BPH sekitar Agustus-Oktober dan itu diharapkan jadi penambal utama defisit
lifting.
"Memang
profilenya begitu. Rendah sekarang dan tunggu Cepu yang akan
cover. Tergantung kondisi karena Cepu
peak-nya baru Agustus-Oktober," katanya.
Sesuai rencana pengembangan lapangan (
plan of development/PoD), investasi di Proyek Banyu Urip, Blok Cepu mencapai lebih dari US$ 2,52 miliar, dengan rincian untuk pembangunan fasilitas produksi sebesar US$ 2,18 miliar dan pengeboran sumur sebanyak US$ 337 juta.
Pembangunan fasilitas dibagi ke dalam lima kontrak EPC (
engineering, procurement, and construction/rekayasa, pengadaan, dan konstruksi), yakni fasilitas produksi utama (
Central Production Facility/CPF), pipa darat (
onshore) 72 km, pipa laut (
offshore) dan menara tambat (
mooring tower),
Floating Storage Off-loading (FSO), serta fasilitas infrastruktur.
Kontrak kerja sama Blok Cepu ditandatangani pada 17 September 2005 dengan EMCL sebagai operator. EMCL, anak perusahaan dari Exxon Mobil Corporation, memegang 45 persen saham partisipasi, bersama PT Pertamina EP Cepu yang memegang 45 persen saham dan Badan Kerja Sama PI Blok Cepu (BKS) dengan 10 persen saham. Rencana pengembangan lapangan disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 15 Juli 2006. Cadangan minyak di Lapangan Banyu Urip diperkirakan sebesar 450 juta barel
Sementara untuk meningkatkan produksi sumur tua, Wiratmadja mengatakan Kementerian ESDM akan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Norwegia dalam penerapan teknologi
Enhanced Oil Recovery (EOR) pada sumur-sumur minyak tua di Indonesia. Menurutnya, Norwegia contoh sukses negara yang berhasil memanfaatkan teknologi EOR selama 20 tahun untuk menaikkan cadangan minyak hampir 60 persen.
"Dia kebanyakan menggunakan chemical, tapi juga sistem injeksi gas. Kalau di kita yang sudah menggunakan injeksi gas dan sudah jalan di Blok Duri," katanya.
Rekomendasi IAFMITerkait pelemahan harga minyak dunia yang belakangan terjadi, Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Migas Indonesia (IAFMI) memperkirakan fenomena harga minyak di bawah US$ 50 per barel akan berlangsung setidaknya selama tiga tahun ke depan.
Untuk menyikapi rendahnya harga minyak tersebut, Sekretaris Jenderal IAFMI Taufik Aditiyawarman mengatakan asosiasi sudah mengundang sekitar 43 orang pimpinan perusahaan migas dan para pejabat pemerintah melalui suatu forum diskusi pada 11 Maret 2015. Dari hasil diskusi tersebut, ada lima rekomendasi yang bisa digunakan KKKS dan harus menjadi perhatian pemerintah agar rendahnya harga minyak tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi pelaku industri.
Pertama, seluruh perusahaan dan pemerintah harus bisa melakukan proses efisiensi, optimalisasi, simplifikasi, serta kolaborasi yang dibutuhkan untuk menyiasati rendahnya harga minyak.
“Misalnya, bagi perusahaan
services bisa memanfaatkan peluang di industri hilir dan sektor energi lain seperti
power plant, pabrik pupuk dan sebagainya yang belum terpengaruh secara langsung oleh turunnya harga minyak seperti yang dialami oleh industri hulu migas,” kata Taufik.
Taufik menjelaskan, pada umumnya perusahaan
services yang beroperasi di Indonesia memiliki beragam kompetensi yang bisa diaplikasikan di sektor energi lain tersebut. Sehingga jika permintaan pekerjaan di sektor hulu migas berkurang akibat turunnya harga minyak, tentu sekarang lah saatnya membidik pendapatan dari sektor lain.
Kedua, IAFMI meminta pemerintah bisa membantu industri hulu migas dengan memberikan insentif fiskal dan mempersingkat perizinan sehingga bisa menekan biaya operasional.
Ketiga, perbankan nasional seharusnya bisa menurunkan tingkat suku bunga khusus untuk industri hulu migas sebagai balas jasa atas regulasi pemerintah yang mensyaratkan penggunaan bank nasional sebagai bank transaksi industri tersebut.
Keempat, KKKS diminta melakukan standardisasi spesifikasi material dan peralatan kerja sehingga didapat efisiensi tanpa mengorbankan aspek keselamatan.
Kelima, perusahaan penyedia barang dan jasa diminta untuk bersedia menurunkan tarif sewa barang dan biaya penggunaan jasanya menyesuaikan dengan harga minyak yang rendah.
(gen)