Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerapkan mandatori pencampuran bahan bakar nabati (BBN) dalam bahan bakar minyak (BBM) sebesar 15 persen mulai 1 April mendatang. Dalam aturan yang termuat dalam Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015 itu, terdapat sejumlah perubahan klausul yang dilakukan untuk mengimplementasikan mandatori tersebut.
Satu diantaranya mengenai Harga Indeks Pasar (HIP) untuk pembelian. "Sekarang HIP biodiesel dihitung dari HPE CPO (harga patokan ekspor minyak sawit mentah) ditambah US$ 125 per ton. Nantinya juga akan ada PP (Peraturan Pemerintah) untuk mandatori ini," ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Rida Mulyana di Jakarta, Senin (23/3).
BBN
Rida optimistis penerapan mandatori yang dikenal dengan istilah B15 ini mampu mendorong penyerapan produksi CPO domestik dalam beberapa waktu kedepan. Selain itu, lanjut Rida, pihaknya meyakini mandatori B15 akan berdampak lurus pada naiknya harga jual CPO dunia menyusul turunnya pasokan CPO nasional ke pasar dunia.
"Yang pasti kebijakan ini akan mengerek harga CPO dunia, Kan kita pengekspor CPO tersebar di dunia," terang Rida.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tunjuk 16 Badan Usaha PenyalurPada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) IGN Wiratmaja Pudja mengatakan pemerintah telah menunjuk 16 badan usaha pemegang izin usaha niaga umum yang sedianya akan mencapur BBM jenis solar non PSO (non subsidi) dengan proposisi BBN 15 persen sekaligus mendistribusikannya. Berangkat dari hal tersebut, jajaran Kementerian ESDM pun akan melakukan pengawasan ketat di dalam pendistribusian solar dengan BBN.
"Kalau ada yang melanggar maka akan diberikan teguran tertulis, Nah kalau mau impor solar mereka akan akan dibekukan. Kami juga akan lakukan pengawasan ke SPBU, fasilitas blending dan penyimpanan," ujar Wiratmaja.
Sebelumnya, untuk turut merealisasikan mandatori ini pemerintah telah mewajibkan para produsen CPO untuk menyetorkan dana pendukung sawit (CPO Supporting Fund) sebesar US$ 50 per ton dari setiap penjualan CPO, dan US$ 30 per ton dari penjualan Olein.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengungkapkan, pihaknya juga akan akan mengenakan bea keluar (BK) sekitar 7,5 persen untuk setiap kegiatan ekspor CPO. "Pokoknya, meski harga CPO dibawah US$ 750 mereka (perusahaan) akan tetap diwajibkan setor CPO Fund sebesar US$ 50 per ton. Sementara kalau harga (CPO) sudah diatas US$ 750 mereka juga akan dikenakan (BK) bea keluar. Jadi ini dua (kewajiban)," tutur Sofyan.
(ags)