Jakarta, CNN Indonesia -- Bandeng merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya. Selain untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi, usaha budidaya bandeng dapat diandalkan untuk meningkatan pendapatan pembudidaya skala kecil dan menengah.
Produksi Bandeng secara nasional, juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan 421.757 ton pada 2010 kemudian meningkat signifikan menjadi 621.393 ton pada 2014 dengan rata-rata pertumbuhan 10,4 persen per tahun.
"Satu hal yang perlu diperhatikan dalam peningkatan produksi ini adalah dukungan benih yang harus selalu tersedia baik dari segi kualitas, kuantitas, dan juga ketepatan waktu sesuai kebutuhan pembudidaya bandeng,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto melalui siaran pers, dikutip Rabu (1/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet menambahkan bahwa untuk mendukung peningkatan produksi bandeng nasional, dibutuhkan juga peningkatan produksi benih bandeng (nener). Data menunjukkan peningkatan produksi nener yang cukup signifikan yaitu 2,4 miliar ekor pada 2010 dan mencapai 3,2 miliar pada 2014 atau meningkat 10,8 persen per tahun.
Produksi nener ini memang tidak sepenuhnya digunakan di dalam negeri, karena sekitar 15 persen nener di ekspor ke luar negeri khususnya Filipina.
"Tetapi kita tidak perlu khawatir akan hal ini karena pemenuhan kebutuhan nener dalam negeri masih menjadi prioritas untuk memenuhi target produksi bandeng 2015 yang mencapai 1,2 juta ton dan memerlukan nener sebanyak 7,2 miliar ekor,” kata Slamet.
Larangan EksporLebih lanjut Slamet mengatakan bahwa informasi tentang pelarangan ekspor nener adalah tidak benar, karena terbukanya pasar ekspor nener juga mendorong produksi nener secara berkelanjutan.
"Kualitas produksi nener harus semuanya prima, sehingga baik itu untuk pasar ekspor maupun pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Jadi pembenih nener akan kita dorong untuk melakukan pembenihan sesuai anjuran dan aturan, paling tidak menerapkan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga mampu menghasilkan nener yang berkualitas dalam jumlah yang cukup,” kata Slamet.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas nener adalah penyediaan induk unggul bandeng melalui penguatan Jejaring Induk Unggul Bandeng. Penyediaan induk unggul bandeng sangat diperlukan agar dapat dihasilkan nener bermutu secara kontinyu. Kemudian yang perlu juga diperhatikan adalah penyediaan pakan benih yang berkualitas selama masa pembenihan.
"Jenis pakan, kualitas pakan, cara pemberian pakan dan hal lain yang berkaitan dengan pengelolaan pakan pada saat pembenihan harus diperhatikan, sehingga dapat menghasilkan nener yang berkualitas,” ungkap Slamet.
Untuk menekan biaya distribusi dan meningkatkan kelulushidupan nener, pemerintah akan mendorong pengembangan unit pembenihan bandeng di sentra-sentra budidaya bandeng. “Kita ketahui, saat ini sentra nener yang paling besar adalah di Bali, khususnya di Gondola. Kita akan dorong pengembangan unit pembenihan di sentra budidaya bandeng di wilayah lain seperti di Lampung, Banten, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Ini akan mengurangi biaya transportasi, menurunkan harga benih dan juga menurunkan tingkat kematian nener akibat transportasi,” katanya.
Peluang usaha pembenihan bandeng juga sangat terbuka dengan di kembangkannya penangkapan ikan melalui alat tangkap yang ramah lingkungan.
Sebagai contoh, Selamet menjelaskan, penangkapan tuna menggunakan alat tangkap huhate atau Pole and Line. Untuk alat tangkap ini, umpan yang dapat digunakan adalah bandeng umpan dengan ukuran sekitar 7–8 gram per ekor atau 100–150 ekor per kilogram.
"Dengan kebijakan penangkapan ikan yang ramah lingkungan, saya yakin permintaan bandeng umpan ini akan meningkat. Jadi ini akan membuka peluang usaha baru bagi pembudidaya bandeng,” ujar Slamet.
(gen)