Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan
Illegal Fishing mendapati 322 anak buah kapal (ABK) asing terdampar di areal pabrik milik PT Pusaka Benjina Resorces (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku dalam kondisi sangat memprihatinkan. Mereka diduga menjadi korban kerja paksa oleh perusahaan perikanan berbendera Thailand di wilayah Indonesia.
Mas Achmad Santosa, Ketua Tim Satgas Pemberantasan Illegal Fishing, menyebutkan jumlah korban pebudakan terbanyak adalah warga negara Myanmar, yakni sebanyak 256 orang. Terbanyak kedua adalah ABK dari Kamboja sebanyak 58 orang. Sisanya delapan ABK berasal dari Laos.
Tak jauh dari lokasi penyekapan, ditemukan kuburan masal. Jejeran plang nama kayu beragam warna menjadi tanda bersemayamnya puluhan jenazah yang diduga menjadi korban perbudakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah kantor berita Associated Press (AP) yang mewartakannya untuk pertama kali. Berdasarkan reportase AP tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta aparat penegak hukum bergerak untuk membebaskan ratusan nelayan yang terkurung di kawasan tersebut.
Berdasarkan pengakuan salah seorang ABK, sebagian besar dari mereka telah diekploitasi sekitar 10 tahun tanpa bayaran. Bahkan beberapa mengaku sempat dilecehkan dan dikurung dalam sel. Luka lebam dan sayatan di sekujur badan menjadi bukti kerasnya penyiksaan.
Mas Achmad Santosa atau yang akrab disapa Ota mengatakan, saat ini, KKP beserta tim investigasi masih menyelidiki kasus perbudakan yang diduga dilakukan oleh PBR. Sejauh penyelidikan, Tim menemukan indikasi kuat adanya kerja paksa dan penganiayaan yang dialami oleh ABK di sana.
"Tidak hanya itu berdasarkan testimoni mereka ada tindakan kekerasan apakah itu penganiayaan penyiksaan akan kita dalami dengan kerjasama dengan Polri," kata Ota di Jakarta, Selasa (7/4).
Harimuddin, Anggota Tim Satgas Illegal Fishing, mengatakan ratusan WNA korban perbudakan itu sejak Sabtu (4/4) telah dievakuasi ke pelabuhan Tual. "Ada beberapa ABK sakit dan ada yang lumpuh (asal Myanmar) dan sekarang dirawat di rumah sakit di Tual," kata Harimuddin.
Ota menambahkan perwakilan dari negara-negara asal korban perbudakan dijadwalkan akan segera tiba di Tual untuk mengevakuasi warganya. Selain Thailand yang sudah datang pekan lalu, rencananya perwakilan dari pemerintah Myanmar akan datang untuk mengurus kepulangan nelayannya.
"Memang wakil dari mereka akan datang ke sini dan saya kira itu kewajiban dari semua negara untuk melindungi warga negaranya," kata Ota.
(ags)