Jakarta, CNN Indonesia -- Induk stasiun televisi SCTV dan Indosiar, PT Surya Citra Media Tbk., mengakui program tayangan olahraga Liga Champions Eropa tidak memberikan profit alias keuntungan.
Direktur Utama Surya Citra, Sutanto Hartono mengatakan, secara bisnis, Liga Champions Eropa sebenarnya tidak menguntungkan mengingat jam tayang yang kurang mendukung, karena mayoritas dini hari, dan banyak batasan untuk produk iklan.
“Tapi memang pada waktu beli sudah
aware masalah itu. Dan kami sebagai TV tidak bisa melihatnya harus terus untung setiap program itu. Ada juga program yang membuat
image, rating, dan sebagainya,” kata Sutanto, di Jakarta Selasa (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena demi image tersebut, pihaknya tetap berupaya keras mendapatkan hak siar liga para klub jawara di Eropa itu. Sutanto juga mengungkapkan, kebetulan ongkos hak siar Liga Champions Eropa tidak semahal Liga Inggris.
Di sisi lain, harga hak siar Liga Inggris memang mahal, tetapi lebih menguntungkan. Namun, Sutanto membantah jika keuntungan Liga Inggris dianggap menyubsidi kerugian dari Liga Champions.
”Kami kan intinya punya total pendapatan berapa, total biaya program berapa, nah asalkan ada program keuntungannya lebih dari itu, ya dari skema itu,” ujarnya.
Terkait Liga Champions Eropa, Sutanto mengatakan, pihaknya saat ini sedang mengikuti proses tender (
bidding) ke Bein Sports. Pasalnya, lelang awal sudah dimenangkan institusi itu.
Sementara, karena Liga Inggris dianggap memberikan profit, pihaknya sudah menyadari bahwa hak siar liga yang dikenal dengan
Kick and Rush tersebut akan mengalami kenaikan setiap tiga tahun.
Berdasarkan data yang ada, harga siaran pertandingan untuk musim 2016-2019 sudah terjual sebesar 5,136 miliar poundsterling atau setara sekitar Rp 99 triliun untuk di Inggris saja. Harga itu naik 70 persen dibanding periode sebelumnya.
Pembelinya adalah Sky Sports dan BT Sports. Otomatis harga jual hak siar ke Indonesia pun nantinya akan mengalami kenaikan.
”Bahwa itu akan naik, wajarlah, kami sudah antisipasi. Kalau ditanya minat, ya tentu saja. Tapi kami lihat bisnis modelnya dulu,” kata Sutanto.
Dia mengungkapkan, tiga tahun lalu, yang menang hak siar di Indonesia bukan lembaga
broadcast tapi institusi konten (Bein Sport). Dari mereka kemudian dipecah lagi untuk paket penjualan
pay tv (tv berbayar),
tv Free to Air (FTA) alias tv frekuensi gratis seperti SCTV dan lainnya, dan untuk paket lainnya termasuk
online.
”Lalu kami masuk dari situ. Nah kami belum tahu siapa
ultimate winner-nya. Kalau ternyata
broadcaster yang harus beli dan kami yang beli, artinya kami kontrol semuanya. Tapi kalau seperti tiga tahun lalu, kami akan tetap partisipasi seperti ini,” katanya menjelaskan.
Turunkan Nilai Belanja ModalSurya Citra diketahui menganggarkan dana belanja modal atau
capital expenditure (capex) sebesar Rp 150 miliar di tahun ini, atau lebih kecil dari rencana awal pencanangan sebesar Rp 350 miliar.
"Awalnya capex Rp 350 miliar di tahun ini, karena TV digital dihentikan dulu, masih ada proses di PTUN, ada gugatanlah. Jadi capex kami Rp 150 miliar," ujar Sutanto.
Dia menyebutkan, dana capex lebih banyak digunakan untuk
maintenance yang sifatnya
replacement. Tidak digunakan untuk penggunaan yang lain. "
Maintenance dan
replacement, seperti ganti kamera yang lama atau transmisi yang lama kami ganti juga," kata dia.
Terkait asal dana capex pada tahun ini, Sutanto menyatakan perseroan memperolehnya dari kas internal. Dia menyatakan perseroan masih memiliki kas yang kuat untuk membiayai capex di tahun ini.
Pada tahun lalu, Surya Citra juga menganggarkan belanja modal sebesar Rp 150 miliar. Dana tersebut digunakan untuk peremajan infrastruktur demi meningkatkan efisiensi perusahaan.
"Yang penting ya itu tadi kami akan terus meningkatkan investasi ke alat-alat yang memberikan efisiensi seperti halnya studio, kalau kami sudah punya semua kan tidak perlu lagi sewa," ucapnya.
(ded/ded)