Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) meminta pemerintah mengkaji ulang pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) karena dinilai tidak menguntungkan.
Pungutan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 101 tahun 2014 tentang Penghitungan Dasar mengenai Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2015 (Permendagri No. 101/ 2014).
Ketua DTKJ Ellen S.W. Tangkudung mengungkapkan dalam pasal 6 dan 7 peraturan tersebut diatur besaran PKB dan BBN-KB untuk angkutan umum orang adalah 30 persen dari dasar pengenaan pajak tersebut, sementara untuk barang adalah 50 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insentif pajak tersebut dapat dinikmati dengan syarat angkutan umum tersebut dimiliki oleh badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang angkutan umum orang, memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum orang dan buku uji kendaraan yang masih berlaku. Padahal, lanjut Ellen, status kepemilikan sebagian besar angkutan umum di DKI Jakarta, terutama yang tergabung dalam badan hukum Koperasi, adalah milik pribadi.
“Dengan demikian sekarang ini mereka (pemilik angkutan umum) dikenakan pajak (PKB dan BBN-KB) 100 persen karena STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan)-nya perorangan,” kata Ellen di Gedung Prasada Sasana Karya, Jakarta, Senin (4/5).
Ellen menyatakan besaran pajak tersebut tidak signifikan untuk mempengaruhi tarif angkutan umum. Kendati demikian, insentif pajak tersebut menjadi signifikan bagi pemilik kendaraan dalam jumlah banyak apalagi di saat harga BBM fluktuatif.
“Karena ada perbandingan 100 persen hingga 70 persen dari perhitungan. Kalau ke tarif itu sebetulnya tidak terlalu besar. Tetapi kalau tidak ada insentif buat pengusaha apa yang diterima oleh mereka? Karena tidak ada subsidi,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah dalam pasal 18 ayat (2) Permendagri No. 101/2014 telah memberikan batas waktu bagi pemilik kendaraan untuk mengubah status kepemilikan angkutan umum pribadi menjadi badan hukum sampai tanggal 31 Desember 2015.
Untuk menjembatani kepentingan antara pemerintah selaku pemungut pajak dan pemilik angkutan umum selaku wajib pajak, DTKJ menyampaikan empat rekomendasi atas pelaksanaan beleid pemungutan pajak tersebut.
Pertama, pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor Angkutan Umum Orang sebesar 30 persen dan Barang sebesar 50 persen dari dasar pengenaan PKB baik perorangan maupun badan hukum sampai batas waktu akhir 31 Desember 2015 untuk melakukan perubahan ke badan hukum bagi pemilik perorangan sesuai amanat pasal 18 Permendagri No. 101/ 2014 dengan syarat kendaraan angkutan umum orang yang dimiliki oleh koperasi tersebut memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum orang dan buku uji kendaraan yang masih berlaku;
Kedua, Gubernur sebaiknya membuat regulasi sebagai dasar hukum rujukan bagi pelaksana tugas di lapangan dalam mengenakan besaran pajak Kendaraan Bermotor Angkutan Umum dimaksud guna menindaklanjuti dan menciptakan kepastian penerapan besaran pajak tersebut.
Ketiga, semua pengusaha harus mengurus administrasi agar semua status kepemilikan kendaraan yang ditujukan dalam Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan STNK dimiliki oleh badan hukum.
“Kempat, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Pemprov DKI agar menertibkan administrasi dan perizinan angkutan umum menjadi berbadan hukum,” tutur Ellen.
(gir)