Pengusaha Kesulitan Akses Fasilitas BMDTP Onderdil Pesawat

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2015 14:30 WIB
Dari Rp 400 miliar alokasi dana BMDTP komponen pesawat, hanya Rp 10 miliar yang berhasil dimanfaatkan perusahaan bengkel pesawat.
Ketua Dewan Pimpinan Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) dan Direktur Utama PT GMF Aero Asia Richard Budihadianto di Jakarta, Selasa (12/5). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyediakan fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk 23 komponen pesawat yang ditolak pengajuan permohonan bebas bea masuknya oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan menegaskan atas komponen yang tidak diturunkan bea masuknya tersebut, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 400 miliar sebagai fasilitas BMDTP untuk dapat dimanfaatkan industri maintenance, repair, and overhaul (MRO) pesawat terbang.

“Tentunya dengan konsekuensi pemerintah akan menuntut bahwa industri itu mempunyai business plan yang baik ke depannya. Jadi kalau dalam dua atau tiga tahun misalnya fasilitas ini ternyata tidak membuat industri tersebut maju, maka akan dialihkan ke industri yang lain,” tutur Suryawirawan saat membuka Konferensi Internasional MRO Indonesia (AMROI) 2015 di Jakarta, Selasa (12/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun Richard Budihadianto, Ketua Umum Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) menilai bengkel-bengkel pesawat nasional selalu kesulitan dalam mendapatkan fasilitas BMDTP yang proses persetujuannya harus diurus melalui Kemenkeu tersebut.

Menurut Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF) itu, fasilitas BMDTP suku cadang pesawat tidak efektif mengingat lamanya proses administrasi yang harus dilalui oleh perusahaan.

Richard mencatat sekali pengajuan fasilitas BMDTP memakan waktu sekitar tujuh hingga sembilan bulan dari mulai menunggu dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) hingga surat persetujuan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tak ayal, tahun lalu industri penerbangan hanya menyerap tidak sampai 10 persen dari alokasi sebesar Rp 400 miliar.

“Administrasi yang diurus akhirnya menjadi suatu birokrasi yang membutuhkan waktu, sementara dalam melakukan perawatan pesawat kan harus cepat dan tidak mungkin menunggu. Karena selama dilakukan perawatan, pesawat menjadi tidak produktif,” katanya.

Richard berharap pemerintah segera memperbanyak jumlah suku cadang yang dibebaskan bea masuknya. Dengan adanya bea masuk, maka biaya perawatan dan pemeliharaan pesawat dapat ditekan setidaknya 10 persen. Hal tersebut akan membantu maskapai untuk beroperasi lebih efisien.

“Dengan beroperasi lebih efisien dia (maskapai) dapat menjual tiketnya lebih murah artinya ini menguntungkan juga untuk penumpang,” katanya.

Sebagai informasi, bea masuk komponen suku cadang pesawat berkisar antara 5 hingga 20 persen dari harga komponen. Kontribusi biaya suku cadang pesawat rata-rata sekitar 70 persen dari total biaya pemeliharaan dan perawatan pesawat terbang. Sementara biaya perawatan dan pemeliharaan pesawat berkontribusi sekitar 12-15 persen dari total biaya operasional maskapai penerbangan. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER