Geliat Ekonomi Mikro di Lokasi Pengingat Mati

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Minggu, 14 Jun 2015 13:20 WIB
Pemakaman tak hanya jadi lokasi kumpulan prasasti duka, tetapi juga menjadi pasar potensial yang bisa membahagiakan masyarakat ekonomi kecil pemburu laba.
Cucum (30 tahun), pegawai honorer Kecamatan Duren Sawit, Jakarta yang menyambi sebagai penjual bunga makam di TPU Kemiri, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (13/6). (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Akhir pekan ini Asep (30 tahun) tak menyambangi istri dan dua anaknya di Garut, Jawa Barat. Pedagang kue cubit itu memilih tak libur karena tergiur peluang usaha di Taman Pemakaman Umum (TP) Kemiri, Rawamangun, Jakarta Timur di minggu terakhir sebelum puasa.

Menjelang puasa dan lebaran, kawasan pemakaman umum biasanya tak hanya ramai dikunjungi peziarah. Beragam profesi dadakan biasanya ikut meriuhkan suasana pemakaman, mulai dari tukang parkir, pedagang, petugas kebersihan tak jelas, hingga pendoa bayaran.

Menurut Asep, musim ziarah biasanya mendatangkan berkah berlipat ganda bagi banyak orang. Termasuk pedagang seperti Asep, keuntungan yang didapat dari berdagang kue cubit pada saat-saat seperti sekarang biasanya melonjak dua kali lipat dari hari biasanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehari-hari saya berdagang di pertokoan Kelapa Gading, biasanya sih omzet bisa Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu sehari. Pas musim ziarah saya pindah ke TPU karena bisa dua kali lipat omsetnya," ujar Asep kepada CNN Indonesia, Sabtu (13/6).

Meski kelihatannya sederhana, pendapatan Asep sebagai pedagang kue cubit terhitung lumayan. Apabila dirata-rata, sebulan Asep bisa mengantongi pendapatan sekitar Rp 15 juta hingga Rp 18 juta, jauh di atas mayoritas gaji pegawai negeri sipil (PNS) maupun swasta.

"Saya sudah berjualan sejak anak pertama saya lahir 12 tahun lalu," ujar bapak dua anak ini.

Asep mengaku tak terlalu memaksakan dalam berdagang. Dia baru mulai menjajakan dagangannya sekitar jam 10.00 WIB dan biasanya sebelum jam kantor selesai dagangannya sudah habis terjual.

"Saya tidak terlalu ngoyoh mas, rezeki sudah ada yang mengatur. Makanya lebaran saya lebih memilih mudik, kumpul sama keluarga," tuturnya.

Gelembung Rezeki

Keriuhan lokasi pengingat mati, TPU Kemiri, juga merayu Ningsih (32 tahun) untuk pindah lokasi jualan gelembung busa sabun. Biasanya, ibu dua anak itu menjajakan dagangannya di Pacuan Kuda Pulo Mas, Jakarta Timur.

"Tapi mulai hari ini tidak boleh jualan di Pulo Mas, tidak tahu kenapa. Makanya saya pindah ke sini," ujarnya kepada CNN Indonesia, Sabtu (13/6).

Menurut mantan pramuniaga toko busana ini, lebih enak berdagang ketimbang bekerja sebagai karyawan. Selain waktu kerjanya fleksibel, penghasilan yang didapat juga lebih menjanjikan.

"Biasanya itu kalau hari Sabtu atau Minggu saya bisa jual 100 botol (gelembung sabun). Per botol saya jual Rp 10 ribu," tuturnya.

Pada musim ziarah tahun ini, Ningsih punya harapan yang lebih tinggi. Dia berharap berkah yang didapat melimpah. "Lumayan buat THR anak-anak," candanya sambil tertawa.

Komoditas Utama Makam

Kebutuhan finansial yang tinggi menjelang lebaran juga menginisiasi Cucum (36 tahun) untuk mencari pendapatan sampingan dengan berjualan bunga tujuh rupa. Pegawai honorer Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur itu sudah sebulan terakhir menyiasati jam kerjanya agar bisa berjualan bunga di depan pintu masuk TPU Kemiri.

"Modal saya cuma Rp 400 ribu, omzetnya bisa Rp 1 juta sehari," ujar ibu dua anak itu. "Kalau lagi ramai kaya gini bisa meningkat dua sampai tiga kali lipat."

Bunga, kata cucum, seperti bawaan wajib bagi para pengunjung makan yang berziarah. Keberadaan lapak cucum di trotoar jalan dekat pintu masuk TPU diklaimnya banyak membantu para peziarah yang tak sempat membawa karangan bunga untuk ditaburkan ke makam leluhur.

"Harga jual saya variatif, dari Rp 5 ribu sampai Rp 30 ribu," tuturnya.

Namun, Cucum mengeluhkan harga bunga yang melonjak signifikan dalam dua bulan terakhir. Apabila biasanya dia membeli helai mawar rontok dari pengepul Rp 3 ribu sekantong plastik besar, saat ini harganya sudah menembus Rp 100 ribu.

Kenaikannya sangat signifikan itu memaksa Cucum dan penjual bunga lain untuk kreatif dengan memebrikan campuran daun yang lebih banyak di setiap kemasannya.

Asep, Ningsih dan Cucum adalah potret pengusaha mikro yang lahir dari keterbatasan dan tekanan ekonomi yang semakin berat. Prinsip hidup mereka sederhana, "rezeki bisa datang dari mana saja, termasuk dari (kebaikan hati) para peziarah," tutur Cucum. 

(ags)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER