Pemerintah-Freeport Habiskan Enam Bulan Bahas 17 Kesepakatan

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 14:26 WIB
Sebanyak 11 poin diklaim telah disepakati dengan Pemda dan empat poin disepakati dengan Pemerintah Pusat. Masih ada dua poin yang belum disepakati.
Lokasi tambang milik Freeport. (Dok. PT Freeport Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Selama enam bulan terakhir, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan PT Freeport Indonesia telah melakukan pembahasan 17 poin kesepakatan dalam rangka negosiasi penerbitan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Sebanyak 11 poin diklaim telah menemukan kata sepakat antara Pemerintah Daerah dengan Freeport. “Yang sudah disepakati itu 11 poin domainnya Pemerintah Daerah, malah sebagian sudah ada yang dilaksanakan,” ujar Sudirman di Istana Kepresidenan, Kamis (2/7).

Kesebelas poin yang sudah disepakati dengan Pemerintah Daerah adalah:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Memindahkan pusat operasi Freeport dari Jakarta ke Papua.
2. Memperbaiki hubungan Freeport dengan Pemerintah Daerah Papua dan Kabupaten sekitar.
3. Meningkatkan peran serta Pemerintah Daerah (BUMD) dan pengusaha-pengusaha Papua dalam kegiatan sub-kontrak.
4. Mewajibkan Freeport untuk menggunakan jasa Bank Papua.
5. Memperbaiki pengaturan pertambangan rakyat.
6. Peningkatan dan pengalihan pengelolaan Bandara Moses Kilangin, Timika.
7. Meningkatkan kontribusi pembangunan infrastruktur wilayah sekitar.
8. Penataan Program Corporate Social Responsibility (CSR).
9. Memperbaiki pengelolaan dampak lingkungan hidup.
10. Menyusun rencana paska tambang.
11. Meningkatkan peran tenaga kerja asal Papua.

Namun, dari 11 hal tersebut diragukan seluruhnya telah mencapai kata sepakat. Pasalnya belum lama ini Bupati Mimika Eltinus Omaleng masih menuntut Freeport untuk membayarkan ganti rugi atas penambangan emas yang dilakukan di empat hingga lima gunung emas di Mimika, Papua. Ia mengatakan Freeport tidak pernah membayar ganti rugi selama 48 tahun yang jika dikalkulasi mencapai US$ 3,6 miliar.

Selain ganti rugi, Eltinus juga menuntut Freeport untuk membayarkan hak ulayat masyarakat adat suku Amungme yang wilayahnya menjadi target penambangan emas.

“Mereka sudah habiskan gunung emas yang mereka ambil dari sana. Kami mau supaya ganti rugi itu dulu," ujar Eltinus beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan ganti rugi tidak pernah pernah dibayarkan sejak 1967 hingga saat ini. Setiap kali Pemerintah Daerah melakukan protes, manajemen Freeport selalu mengarahkan untuk bertemu dengan Pemerintah Pusat sebagai pembuat Kontrak Karya (KK).

Meski PT Freeport Indonesia telah 48 tahun berdiri di Tanah Cendrawasih, Papua, ternyata tidak mudah bagi perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu membaur dengan masyarakat dan pengusaha sekitar Papua.

Sementara Radya Allberdto Wanggai, seorang pengusaha asal Papua mengakui masih kesulitan untuk masuk dan bermitra dengan Freeport di area pertambangan yang dikelolanya. Direktur Utama PT Urampi Indah Pratama itu‎ mengatakan, usahanya untuk masuk dan bermitra dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini tidak pernah tembus. Padahal, perusahaannya yang bergerak di bidang ekspor impor dan kontraktor itu mengajukan diri untuk bermitra dengan Freeport sejak 1999.

"Pengusaha lokal belum pernah tembus (bermitra dengan Freeport). Saya berapa kali masuk Freeport dari 1999 sampai sekarang tidak bisa," ucap Wanggai.

Bagai rantai emas yang sulit ditembus, Wanggai menilai sulit sekali mendapatkan perhatian dari Freeport. Bahkan, orang tuanya yang mantan anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Timika pun tak kuasa meloloskan usahanya untuk masuk di Freeport.

Freeport, menurut Wanggai, selalu memberikan alasan bahwa perusahaan yang bermitra dengannya harus memiliki kemampuan dan peralatan yang mumpuni. Padahal, ia mengklaim perusahaannya telah memiliki sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya yang mumpuni.

Dua Langkah Akhir

Kemudian dari enam poin yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, tersisa dua poin yang belum menemukan titik temu. “Freeport dan Pemerintah Pusat tinggal membahas dua poin saja yang belum disepakati, yaitu nilai kontribusi kepada Penerimaan Negara dan status hukum kelanjutan operasi sesudah tahun 2021,” ujar Sudirman.

Sementara, empat aspek yang merupakan domain pemerintah pusat yang telah disepakati adalah:
1. Freeport bersedia menciutkan wilayah menjadi 90.360 hektare (ha), dari semula 212.950 ha. Artinya Freeport harus mengembalikan 58 persen wilayah kerjanya kepada Pemerintah).
2. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja, barang dan dasa dalam negeri.
3. Membangun pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri.
4. Divestasi, meskipun Freeport ingin melakukannya melalui bursa saham. (gen)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER