Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah bermimpi menjadikan Kepulauan Riau sebagai pusat kegiatan distibusi bahan bakar di kawasan Asia. Salah satu upayanya adalah dengan menyederhanakan aturan soal pembangunan pusat logistik berikat khusus bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar gas, dan minyak mentah.
Menteri Keuangan, Bambang P.S. Brodjonegoro menilai Indonesia punya potensi untuk menyaingi Singapura sebagai wilayah penghubung distribusi minyak dan gas (migas) di kawasan Asia.
"Bukan hanya sebagai national hub, bahkan (Indonesia) bisa menjadi regional hub. Lokasinya (pusat logistik) bisa di Kepulauan Riau kawasan itu yang paling bagus karena dekat dengan pergerakan kapal mana pun," ujarnya di Hotel Borobudur, Kamis (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perlu ada rangsangan untuk menggugah minat pengusaha lokal maupun asing membangunan pusat penyimpanan bahan bakar di Indonesia. Untuk itu, lanjut Bambang, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, guna menyederhanakan proses bisnis di sektor hilir migas.
"Revisi PP ini sangat memungkin dan menarik untuk sektor swasta membuka pusat logistik minyak di Indonesia. Karena saat ini banyak penyimpanan minyak atau storage itu ada di Singapura," tuturnya.
Selain itu, lanjut Menkeu, pemerintah juga tengah meramu PP baru guna mengatur pelaksanaan pembangunan kilang pengolahan dan tangki penyimpanan minyak di dalam negeri. Tak hanya mengatur soal mekanisme pembangunan kilang, beleid tersebut juga akan menyinggung beragam insentif yang bisa diberikan kepada investor yang tertarik.
"Orang yang berpikir logis pasti akan berpikir. Negara di Asia yang memerlukan BBM paling banyak itu ya Indonesia. Jadi mereka akan mungkin akan menggeser bisnisnya dari Singapura," tutur Bambang.
Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai membenahi sektor migas, khususnya bisnis hilir. Namun, Komaidi menekankan pentingnya konsistensi pemerintah terhadapa kebijakan yang sudah diambilnya.
"Kalau dijalankan secara konsisten dan benar, saya pikir kebijakan yang diambil ini akan memberi dampak yang positif di sektor hilir dan bisa meningkatkan cadangan operasional dan strategis negara. Karena pada dasarnya, sektor hilir nantinya akan mengambil peran yang cukup besar," ungkap Komaidi.
Sebelumnya, Direktur Bahan Bakar Minyak (BBM) BPH Migas, Hendry Ahmad mengungkapkan salah satu faktor yang menjadi penghambat dari rencana pembangunan kilang pengolahan dan tangki penyimpanan adalah penerapan aturan mengenai kawasan berikat. Hambatan semakin besar setelah terbit Peraturan Menteri Keuangan No.143/PMK.04/2001 tentang Penerapan Aturan Gudang Berikat.
Pasalnya, lanjut Hendry, PMK tersebut mengharuskan pengusaha di kawasan berikat mengirimkan produknya luar negeri terlebih dahulu meskipun tujuan akhir pengiriman ke Indonesia.
"Kalau di luar negeri tidak begitu. Kalau di sana andaikan di dalam negeri (pasokan) minyak kurang, bisa urus persyaratan by email dan langsung keluar," ujarnya.
(ags)