Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memastikan akan segera menaikkan biaya denda bagi kontainer atau peti kemas yang telah melewati batas waktu penumpukan di pelabuhan menjadi Rp 5 juta per hari. Angka tersebut naik 18.081 persen dari tarif dasar pinalti sebesar Rp 27.200 per hari untuk peti kemas ukuran 20 kaki dan naik 8.520 persen dari sebelumnya Rp 58 ribu per hari untuk peti kemas 40 kaki.
Deputi II Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan atasannya yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli telah menyurati Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk menyiapkan aturan baru terkait denda peti kemas yang sudah melalui tahap custom post clearance audit, namun masih menginap di pelabuhan.
“Pada hari keempat menginap, Pak Menko minta dikenakan denda Rp 5 juta per peti kemas per hari. Kalau besoknya belum diangkat tambah lagi Rp 5 juta, begitu seterusnya,” ujar Agung di kantornya, Jakarta, Rabu (23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas)
Dwelling Time tersebut memastikan uang yang dikumpulkan dari denda itu nantinya akan masuk ke kas negara dan tidak lagi masuk ke kas operator pelabuhan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 117 tahun 2015 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (
Long Stay) di Pelabuhan Tanjung Priok, batas inap peti kemas di pelabuhan adalah tiga hari. Jangka waktu itu diberikan pemerintah agar pemilik peti kemas bisa mencari truk pengangkut.
Terlalu MurahApabila melebihi batas waktu penumpukan tiga hari, lanjut Agung, importir harus membayar denda/tarif inap di pelabuhan sebesar Rp 27.500 per hari per peti kemas ukuran 20 kaki. Tarif denda itu dinilai sangat rendah sehingga dimanfaatkan oknum importir yang sudah memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) untuk menimbun barang di pelabuhan Tanjung Priok.
“Jadi kami pernah memeriksa dokumen di Jakarta International Container Terminal (JICT). Di situ sudah jelas ada izin dari Bea Cukai untuk mengeluarkan peti kemasnya katakanlah 1 Maret. Namun ada tulisan tangan di bawahnya yang memperpanjangnya sampai 15 Maret. Rupanya ada deal sendiri di bawahnya ini,” kata Agung.
Agung berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera menerbitkan revisi ketentuan tarif inap peti kemas itu. Dengan demikian, importir tidak lagi berpikir untuk menimbun barang di pelabuhan. Menurut Agung, pelabuhan itu seharusnya hanya menjadi tempat bongkar muat bukan gudang penimbunan.
“Kalau bisa secepatnya (kenaikan tarif denda berlaku), tergantung Menteri Perhubungan kapan bisa membuat aturan itu,” kata Agung.
Ditemui di tempat sama, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub Antonius Tonny Budiono mengungkapkan besaran tarif denda sebesar Rp 5 juta akan dibicarakan lebih lanjut oleh tim satgas. Selanjutnya, pemberlakuan tarif denda itu nantinya hanya akan berlaku di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kalau di pelabuhan lain kan tidak ada masalah di dwelling time, yang ada masalah kan di Tanjung Priok (karena) ada permainan antara operator pelabuhan dan si importir. Si importir tidak punya gudang jadi barangnya diinapkan karena dendanya sedemikian murah,” kata Tonny.
(gen)