Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Swadaya Masyarakat, Sawit Watch menuntut Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit ikut bertanggung jawab atas kebakaran lahan sawit yang mengakibatkan bencana kabut asap di Indonesia.
Sawit Watch menilai Badan Layanan Umum (BLU) bentukan pemerintah itu harus memprioritaskan dana pungutan ekspor sawit (
CPO Supporting Fund) yang terkumpul saat ini untuk mendanai pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
"BLU Sawit harus ikut bertanggung jawab," ujar Maryo Saputro Sanuddin, Staf Departemen Lingkungan Sawit Watch kepada CNN Indonesia, Senin (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maryo mengaku sejak awal mempertanyakan pembentukan BPDP Kelapa Sawit yang dinilainya hanya untuk mengeruk keuntungan semata dari bisnis sawit yang semakin merajalela. Pembentukan BLU itu dianggap Maryo bertolak belakang dengan komitmen pemerintah melestarikan lingkungan menyusul kebakaran hutan dan lahan yang diduga ulah oknum perusahaan sawit.
"Sayangnya dalam beberapa program BLU Sawit ini tidak ada alokasi dana untuk pencegahan ataupun pemadaman kebakaran hutan. Sebisa mungkin dana yang dipungut dari ekspor sawit itu diberdayakan untuk ini," tuturnya menegaskan.
Sanksi Denda
Bahkan, lanjut Maryo, BPDP Kelapa Sawit harus memberikan sanksi tegas bagi perusahaan-perusahaan sawit yang terbukti membuka lahan dengan cara membakar hutan. Jenis sanksi yang ditawarkan bisa berupa denda sebesar dua sampai tiga kali lipat dari pungutan normal ekspor sawit.
"Sebagian dana sawit itu harus digunakan untuk memberikan pelatihan ke petani dan masyarakat sawit agar tidak membakar hutan. Selain itu juga harus ada tindakan tegas bdari BLU Sawit, misalnya dengan mengenakan pungutan dua-tiga kali lipat lebih besar," katanya.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit disebutkan bahwa BPDP Kelapa Sawit bertugas untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan menyalurkan dana.
BLU tersebut dimungkinkan memberikan jasa layanan kepada masyarakat berdasarkan kebutuhan dari pihak pengguna jasa antara lain untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan di bidang perkebunan kelapa sawit.
"Ini hanya untuk mendapatkan keuntungan semata dari bisnis sawit. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal bilang jangan ada kebakaran, tapi baru beberapa saat sudah terjadi kebakaran," ucap Maryo.
Berdasarkan penelitian Sawit Watch, ada kaitan erat antara pembukaan lahan perkebunan sawit yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan kebakaran hutan yang meluas di Kalimantan Tengah dan Riau.
"Kita lihat saja nanti, tahun ini mereka bakar hutan, tahun depan lokasi itu akan menjadi kebun sawit," jelas Maryo.
Sebelumnya, Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi hanya menjanjikan subsidi kredit bagi perusahaan dan koperasi yang aktif melakukan peremajaan perkebunan (
replanting) kelapa sawit.
Menurut Bayu, peremajaan perkebunan memiliki potensi bisnis yang besar. Dalam setahun, sekitar 300 ribu hektar perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia perlu diremajakan kembali. Adapun biaya yang diperlukan untuk meremajakan sekitar Rp 60 juta per hektare.
(ags/gen)