Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan DPR menyepakati sejumlah indikator darurat ekonomi dan kegagalan sistem keuangan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebagai dasar mitigasi fiskal.
Adapun sejumlah indikator yang dijadikan acuan dalam menetapkan keadaan darurat ekonomi adalah sebagai berikut:
- Pertumbuhan ekonomi diproyeksi meleset minimal 1 persen dari asumsi 5,3 persen.
- Inflasi terdeviasi minimal 10 persen di atas asumsi 4,7 persen
- Nilai Tukar meleset minimal 10 persen dari asumsi Rp 13.900
- Suku Bunga SBN 3 bulan meleset minimal 5 persen di atas asumsi 5,5 persen
- Harga Minyak mentah Indonesia (ICP) lebih tinggi minimal 10 persen dari asumsi US$ 50 per barel
- Produksi (lifting) minyak tidak mencapai target 830 ribu barel per hari (bph) minimal 5 persen
- Produksi gas bumi meleset minimal 5 persen dari target 1,15 juta bph.
Sementara yang dimaksud dengan "sistem keuangan gagal" dalam APBN 2016 ditunjukkan dengan terjadinya kesulitan likuiditas, masalah solvabilitas, kegagalan program penjaminan untuk memenuhi kewajiban pembayaran simpanan, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kondisi yang juga dikategorikan darurat adalah ketika terjadi kenaikan biaya utang, di mana imbal hasil (yield) obligasi negara melonjak signifikan.
Apabila krisis yang tidak diharapkan ini terjadi, pemerintah dengan persetujuan DPR dapat melakukan sejumlah langkah mitigasi, antara lain mengggelontorkan anggaran belanja lebih besar dari pagu yang sudah dialokasikan dalam APBN 2016. Pemerintah juga dimungkinkan untuk melakukan pergeseran alokasi anggaran belanja atau bahkan melakukan efisiensi dengan memangkas anggaran belanja.
Adapun sumber pembiayaan belanja tersebut dapat ditarik dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), yang merupakan akumulasi dari sisa lebih pembiayaan (Silpa) tahun anggaran sebelumnya.
Dalam Undang-Undang APBN 2016 juga disebutkan, pemerintah dimungkinkan melakukan penambahan utang yang berasal dari penarikan pinjaman maupun penerbitan obligasi negara.
Pemerintah juga diperbolehkan memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jika lembaga tersebut mengalami kesulitan likuiditas.
(ags/gen)