Gubernur BI: Ekonomi RI 2016 Dihantui Tiga Risiko Eksternal

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 24 Nov 2015 20:25 WIB
Masalah ekonomi Indonesia tahun depan menurut Agus Martowardojo masih berkutat pada pelemahan rupiah, lesunya ekonomi China, dan harga komoditas yang rendah.
Masalah ekonomi Indonesia tahun depan menurut Agus Martowardojo masih berkutat pada pelemahan rupiah, lesunya ekonomi China, dan harga komoditas yang rendah. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan tahun depan ekonomi Indonesia masih harus menghadapi ketidakpastian perekonomian global. Ia mengatakan setidaknya terdapat tiga risiko utama yang perlu diantisipasi baik oleh otoritas moneter maupun pemerintah.

Agus mengungkapkan risiko pertama terkait prospek pertumbuhan ekonomi global yang meskipun diperkirakan akan membaik menjadi 3,5 persen, namun ada risiko proyeksi tersebut lebih rendah.

Kedua, ia menyebut gejolak di pasar keuangan global sebagai dampak dari antisipasi pasar terhadap rencana penaikan suku bunga di Amerika Serikat dan melambatnya ekonomi China yang akan menekan pasar keuangan domestik. Hal ini terutama ditandai dengan berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, ia mengimbau Indonesia perlu mewaspadai terjadinya proses rekomposisi modal portofolio oleh para pemodal global, yang dapat memutarbalikan arah aliran modal keluar dari negara berkembang.

"Risiko koreksi ini terutama apabila pemulihan ekonomi China dan negara berkembang lain tidak sesuai harapan. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena hingga kini geliat ekonomi China dirasakan masih belum cukup kuat," ujar Agus dalam sambutannya di acara Bankers Dinner di Jakarta Convention Center Senayan, Selasa (24/11).

Proses transformasi ekonomi China dari perekonomian berbasis investasi ke konsumsi diperkirakan akan memakan waktu yang cukup lama, sejalan dengan perkembangan demografi yang tengah memasuki aging population.

"Kondisi ini berisiko membawa pertumbuhan ekonomi China memasuki era new normal, yaitu era pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibanding yang ditorehkan dalam satu dasawarsa terakhir," ungkapnya.

Komoditas Masih Lesu

Risiko ketiga, lanjut Agus, terkait penurunan harga komoditas yang diperkirakan masih berlanjut pada 2016 sejalan dengan berakhirnya super-cycle harga komoditas. Menurutnya, perkembangan ini perlu terus disikapi karena dapat semakin menurunkan ekspor Indonesia.

"Ini juga akan menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor berbasis sumber daya alam," terangnya.

Selain ketiga risiko tersebut, ia juga menyebut Indonesia perlu mencermati dinamika global lain, termasuk konstelasi kebijakan ekonomi global yang menjurus pada upaya meningkatkan daya saing melalui mata uang atau currency war.

"Karena, pengalaman kita di 2015 seperti saat China tiba-tiba mendevaluasi mata uang yuan tanpa diperkirakan sebelumnya," ujar Mantan Menteri Keuangan tersebut. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER