Sei Mangkei, CNN Indonesia -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian masih berharap harga gas di Sumatera Utara bisa diturunkan kendati PT Pertamina Gas dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk telah sepakat untuk menurunkan harga gas bumi sebesar US$ 2 hingga US$ 2,5 per MMBTU di provinsi tersebut bulan ini.
Deputi Kemenko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Percepatan Pembangunan Daerah Luky Eko Wuryanto mengatakan kalau harga gas seperti itu belum cukup menarik minat investor untuk masuk ke Sumatera Utara, khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei.
Saat ini, harga gas bumi di Sumatera Utara mencapai US$ 14 per MMBTU. Per 10 Desember 2015 mendatang, harga gas bumi di provinsi tersebut akan berkurang menjadi US$ 11,5 hingga US$ 12,22 per MMBTU, di mana pemotongan harga akan dilakukan di bagian ongkos distribusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang penurunan harga gas yang diumumkan Kementerian ESDM kemarin itu bagus, tapi disparitas harganya sendiri juga harus dilihat. Di Jawa saja harga gas bisa US$ 9 per MMBTU," tuturnya di Sei Mangkei, Sumatera Utara, Kamis (26/11).
Gas bumi di Sumatera Utara selama ini dipasok sumur-sumur milik PT Pertamina EP dan Liquefied Natural Gas (LNG) yang berasal dari Arun, Aceh. Harga gas yang berasal Pertamina EP dipatok sebesar US$ 8,24 per MMBTU sedangkan harga LNG dipasang di angka US$ 11,5 belum ditambah biaya distribusi (toll fee) sebesar US$ 0,61 per MSCF untuk gas dari Arun dan US$ 0,6 per MSCF dari Pertamina EP.
Permintaan SedikitKendati demikian, Luky juga menyadari kalau permintaan gas bumi di Sumatera Utara tidak sebanyak di Pulau Jawa. Sehingga wajar saja kalau nantinya harga gas di Sumatera Utara tidak bisa seperti di Jawa. Dengan harga gas di angka US$ 11 per MMBTU saja, tambahnya, bisa menjadi daya tarik investor untuk masuk ke Sumatera Utara, khususnya Sei Mangkei.
"Bahkan kalau bisa kita mau harga gas bumi di Sumatera Utara di angka harga internasional. Kalau itu bisa dilakukan, maka artinya kita bisa menyediakan kemauan internasional dan diharapkan bisa membantu pengembangan Sei Mangkei," ujarnya.
Untuk menarik investor masuk ke Sei Mangkei, pemerintah juga membenahi aspek infrastruktur lainnya yaitu jalan raya dan pembangkit tenaga listrik. Ia mengatakan 90 persen infrastruktur dasar di Sei Mangkei sudah siap jalan dan pada Februari nanti akan ada gardu listrik milik PT PLN (Persero) yang beroperasi demi memenuhi kebutuhan listrik 450 Megawatt (MW).
"Masalah gas di Sei Mangkei ini kami anggap belum mendesak. Masalah infrastruktur dasar ini yang kami anggap paling penting saat ini," tuturnya.
Sebagai informasi, saat ini hanya PT Unilever Oleochemical Indonesia (UOI) yang membangun industrinya di Sei Mangkei. Kebutuhan gas bagi Sei Mangkei sendiri disediakan oleh Pertagas dari Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Arun dengan kebutuhan 40 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
(gen)