PwC: Bankir Indonesia Paling Gelisah di Dunia

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Rabu, 16 Des 2015 15:40 WIB
Mayoritas bankir di Indonesia, Malaysia, Hong Kong dan Singapura memiliki tingkat kegelisahan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata pelaku perbankan dunia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad (tengah) berfoto bersama dengan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon (kedua kiri), Dirut BNI Achmad Baiquni (kiri), Dirut BRI Asmawi Syam (kedua kanan), dan Wadirut Danamon Muliadi Rahardja (kanan) usai penandatanganan program Jangkau, Sinergi dan Guideline (Jaring) OJK-Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Kamis (7/5). (Antara Foto/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mayoritas bankir di Indonesia, Malaysia, Hong Kong dan Singapura memiliki tingkat kegelisahan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata pelaku perbankan dunia.

Berdasarkan hasil survei "Banking Banana Skins 2015" yang dilakukan oleh Centre for the Study of Financial Innovation (CSFI) dan Pricewaterhouse Coopers (PwC), tingkat kecemasan responden Indonesia terhadap kemungkinan gagalnya pemulihan terkait dengan rapuhnya sistem perbankan cukup tinggi.

Dari 24 indikator penilaian, iklim makro ekonomi menjadi perhatian terbesar para bankir di Indonesia. Perhatian terbesar berikutnya adalah nilai tukar mata uang, tingkat suku bunga, risiko kredit dan pelaksanaan praktik perbankan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jika situasi Forex (nilai tukar) semakin memburuk, pemulihan makro ekonomi yang tertunda dapat mengakibatkan krisis likuiditas," ujar seorang bankir yang disurvei oleh CSFI dan PwC, seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (16/12).

David Wake, PwC Indonesia Financial Services, mengatakan bank-bank di Indonesia telah menikmati tingkat margin yang tinggi selama beberapa waktu, yang berdampak positif terhadap profitabilitas. Namun, tingkat margin turun di saat kekhawatiran meningkat terhadap makro ekonomi dan risiko kredit.

“Turunnya margin, meningkatnya NPL (kredit macet) dan biaya, kekhawatiran terhadap kondisi makro ekonomi, dan risiko mata uang, merupakan kombinasi yang berbahaya. Bank-bank yang belum mengambil langkah untuk menyederhanakan operasional dan meningkatkan efisiensi akan menemukan hasil yang tak diinginkan pada akhirnya,” ujar Wake.

Indikator lain yang juga menjadi perhatian serius bankir Indonesia adalah tingkat kriminalitas dan risiko teknologi perbankan. Semua indikator tersebut mencerminkan intensitas relatif kekhawatiran ekonomi di Indonesia, terutama menyangkut kejahatan siber.

Responden di Indonesia mengkritik sistem yang terlalu besar dan kuno dan mengingatkan tentang isu keamanan terkait perbankan digital dan karyawan atau penyedia jasa nakal yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau sistem insentif yang berisiko," jelas Wake.

David Wake menambahkan, perbankan Indonesia selama beberapa tahun terakhir menikmati ekonomi nasional yang kuat, menyusul perolehan margin yang cukup baik. Selain itu, pertumbuhan usaha yang solid serta tingkat kredit bermasalah (non per forming loan/NPL) yang relatif rendah menjadi cermin kinerja perbankan nasional selam aini.

"Dengan melambatnya pertumbuhan, NPL dan kekhawatiran tentang iklim makro ekonomi meningkat, kita akan melihat tingkat kesiapan di Indonesia melalui ujian yang berat dalam beberapa tahun mendatang," kata Wake. (ags/gen)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER