Blue Bird: Uber dan Grab Ciptakan Persaingan Bisnis Tak Sehat

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 18 Mar 2016 19:06 WIB
Status usaha Grab dan Uber yang telah terafiliasi dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental (PRRI) dianggap belum cukup oleh Blue Bird.
Aksi protes terhadap layanan Uber di Paris, Perancis. ( REUTERS/Charles Platiau)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Blue Bird Tbk menganggap kehadiran Grab dan Uber menimbulkan persaingan tak sehat di bisnis taksi. Sekalipun keduanya  terafiliasi dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental (PRRI), status usaha Grab dan Uber dianggap belum cukup untuk menciptakan kesetaraan dalam berkompetisi.

“Kalau memang itu sebagai suatu badan hukum koperasi bagus, ada badan hukum. Satu langkah maju. Tapi kalau mau jadi perusahaan transportasi, izin transportasinya mana?” ujar Direktur Blue Bird Sigit Priawan Djokosoetono dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Jumat (18/3).

Sigit mengungkapkan perusahaan taksi konvensional terikat pada peraturan pemerintah dan Organisasi Angkutan Daerah (Organda). Dalam hal ini, perusahaan yang mengoperasikan kendaraan angkutan umum taksi harus memiliki izin menjalankan usaha transportasi dan izin pelengkap lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Analoginya begini, saya buat PT (Perusahaan Terbatas) atau koperasi cepat, sebulan jadi tetapi habis itu saya langsung membuat industri atau saya langsung membangun pabrik boleh nggak?,” ujarnya.

Status armada sewa (rental) yang digunakan GrabCar dan Uber juga dipertanyakan oleh Sigit. Pasalnya, pentarifan penumpang pengguna armada tersebut belum diatur. Tak ayal, kedua perusahaan berbasis aplikasi itu bisa menerapkan tarif di bawah tarif taksi konvensional.

“Pertarifannya itu juga harus ditentukan. Izin kendaraan rental fungsinya tidak digunakan untuk yang model seperti taksi ini,” ujarnya.

Blue Bird, lanjut Sigit, siap bersaing secara sehat dengan sarana transportasi berbasis aplikasi daring. Ke depan, perusahaan akan terus meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan pengemudi maupun lebih mengembangkan aplikasi pemesanan secara online.

Namun demikian, Sigit berharap pemerintah bersedia menciptakan kesetaraan dalam persaingan antara perusahaan taksi konvensional dengan perusahaan transportasi berbasis aplikasi.

Misalnya, lanjutnya, jika perusahaan taksi konvensional harus mengurus berbagai jenis izin dan membentuk badan hukum untuk dapat beroperasi maka seharusnya hal yang sama juga diterapkan kepada perusahaan aplikasi yang selama ini hanya bermitra dengan perusahaan penyewaan mobil.

“Fair play itu adalah kesetaraan. Peraturan-peraturan yang berlaku di Blue Bird sebagai perusahaan taksi sebagai perusahaan transportasi juga harus berlaku di perusahaan taksi yang lain ataupun perusahaan taksi online, Grab dan Uber,” ujarnya.

Sebelumnya, pengajuan badan hukum koperasi oleh Koperasi Jasa PRRI, yang terafiliasi dengan transportasi berbasis aplikasi online, termasuk Grabcar dan Uber telah dikabulkan oleh Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Puspayoga.

"Dengan adanya badan hukum tersebut, saya harapkan polemik seputar angkutan darat beraplikasi teknologi dapat segera diakhiri," kata Menteri Puspayoga di kantornya beberapa waktu lalu. (ags)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER