Penurunan Suku Bunga Pinjaman ke Single Digit Ancam Nasib BPR

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 22 Mar 2016 11:59 WIB
Penurunan suku bunga pinjaman ke level satu digit dinilai akan mengganggu bisnis BPR.
Direktur Klaim dan Resolusi Bank LPS Salusra Satria (kedua kanan) menyaksikan staf LPS menempel segel penutupan BPR Koperasi Jawa Barat di Bandung, Jawa Barat, Senin (29/12). (ANTARA FOTO/ho)
Jakarta, CNN Indonesia --
Ambisi pemerintah dan otoritas keuangan nasional yang mendorong penurunan suku bunga pinjaman atau kredit hingga single digit berpotensi mengancam nasib bisnis Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Chief Economist PT Bank Mandiri Anton Gunawan berpandangan, kebijakan pemerintah menekan suku bunga pinjaman (lending rate) menjadi single digit berisiko menurunkan likuiditas hingga menurunkan daya saing BPR dalam mencari nasabah.
Sebab menurut Anton, selama ini beban pengeluaran atau overhead cost yang harus ditanggung BPR dalam mencari dana pihak ketiga (DPK) lebih tinggi jika dibandingkan dengan overhead cost yang ditanggung oleh bank umum yang nasabahnya mayoritas korporasi. 
Ia menjelaskan lebih besarnya overhead cost BPR dilatarbelakangi lantaran selama ini BPR menerapkan model jemput bola, sehingga membutuhkan tenaga kerja dan sumber daya lebih banyak untuk pendekatan pelayanan secara personal ke nasabahnya.

"Penyaluran pinjaman yang dilakukan oleh BPR itu lebih sulit dan lebih mahal jika dibandingkan dengan bank umum yang ke korporasi. Di BPR, overhead cost untuk segmen UKM dan mikro bisa sampai 7 persen," kata Anton usai diskusi ekonomi di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Senin (21/3).
Anton juga memprediksi, jika nantinya tingkat lending rate diturunkan menjadi maksimal 9 persen maka akan sangat sulit bagi BPR dalam menentukan suku bunga pinjaman untuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini mengingat suku bunga BPR untuk UKM saat ini berada di level 11 persen hingga 12 persen.

“BPR bakal kewalahan, tutup langsung. Program financial inclusion tidak berjalan kalau yang kecil-kecil saja tutup. Untuk komersil paling juga bisa didorong kesana, tapi kalau untuk UKM dan mikro saya ragu," cetusnya.
Berangkat dari hal ini, ia juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sebesar 9 persen.

Anton mengatakan, pemerintah harus menetapkan fokus tujuan dari penerapan kebijakan bunga KUR yang rendah, sehingga penyaluran KUR tidak menjadi salah sasaran.
"KUR ini tujuannya kemana sih fokusnya? apakah pada entrepeneurship in general yang dikaitkan dengan lower income, atau malah adanya migrasi perpindahan pinjaman bank? Kalau akibatnya malah yang tadinya mengambil kredit bank biasa, malah sebagian beralih ke KUR. Itu enggak bagus. Bahayanya di situ," imbuhnya.
Seperti diketahui, dalam rangka memenuhi ambisi penurunan suku bunga pinjaman  pemerintah juga akan mengambil sejumlah langkah yang menyebabkan DPK ditarik dalam jumlah besar.

Salah satu cara yang akan ditempuh ialah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengharuskan asuransi dana pensiun wajib memegang surat utang negara (SUN) yang menyebabkan DPK perbankan bisa berkurang hingga Rp63 triliun.
Selain menerbitkan peraturan OJK teranyar, Kementerian Keuangan juga berencana merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memaksa pemerintah daerah (Pemda) segera membelanjakan anggaran mereka.

Jika tidak dibelanjakan, Pemda harus menyimpan dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Anton memprediksi peraturan ini akan menurunkan likuiditas perbankan karena ada potensi penarikan dana sebesar Rp50 triliun.
Mengacu pada kebijakan tadi Anton bilang, sudah seyogyanya langkah penurunan suku bunga kredit juga dilihat per segmen dengan durasi waktu yang lebih panjang.

Di mana penurunan pertama kali bisa dilakukan pada segmen kredit korporat yang saat ini sedikit di atas 10 persen. 
“Saya sepakat dengan penurunan lending rate, tapi tidak bisa cepat seperti ini,” tambahnya.
(dim/dim)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER