Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mengaku telah mengirim surat ke Presiden terkait realisasi penurunan harga gas bumi bagi industri yang tak kunjung turun kendati telah dijanjikan pada paket kebijakan ekonomi jilid III akhir tahun lalu.
Ketua Umum FIPGB, Achmad Safiun mengatakan pengusaha sudah tidak sabar menunggu kepastian tersebut dan bisa berpengaruh ke target produksi industri. Ia mengaku surat tersebut sudah direspon cepat oleh Presiden beberapa waktu lalu.
Di dalam surat tersebut, lanjutnya, Presiden menginstruksikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera membuat peraturan teknis terkait hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sampai kirim surat ke Presiden, untungnya beliau sudah jawab dengan nomor surat B 1233. Jadi presiden sudah baca suratnya, dikasih ke Sekretariat Negara, lalu ini sudah disampaikan ke Dirjen Migas Kementerian ESDM," terang Achmad di Jakarta, Rabu (23/2).
Ia menambahkan, masalah penurunan harga gas ini sudah tidak lagi menunggu ketentuan teknis dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian ESDM karena asosiasi sudah sepakat dengan skema penurunan harga gas yang direkomendasikan oleh instansi tersebut. Ia hanya mempermasalahkan perundangannya saja agar penurunan harga gas bumi cepat diimplementasikan.
Sebelumnya, kedua lembaga tersebut sepakat untuk menetapkan dua jenis harga gas bagi industri, yaitu harga gas untuk cadangan (
feedstock) dan harga gas untuk kegiatan produksi (
utility).
Untuk harga gas
feedstock, formulasi harga berdasarkan harga komoditas dan akan dibedakan masing-masing produk komoditasnya, sementara itu bagi harga skema utility, harganya bersifat tetap (fix). Kendati demikian, Achmad masih menganggap harga fix yang ditetapkan pemerintah masih terlampau tinggi.
Sesuai dengan isi paket kebijakan jilid III, harga gas langsung dari lapangan gas ditetapkan US$ 7 per MMBTU. Padahal, harga gas di luar negeri harganya masih jauh di bawah angka tersebut.
Menurut data yang dimilikinya tahun 2015, harga gas Indonesia saat ini lebih mahal dibandingkan Malaysia yang seharga US$3,69 per MMBTU atau Singapura yang seharga US$3,94 per MMBTU. Dengan harga di kisaran US$9 hingga US$10 per MMBTU, harga gas industri di Indonesia lebih mahal 56,2 persen hingga 63 persen dibanding harga gas kedua negara tersebut.
"Karena kan harga minyak dunia terus turun sejak 2015, harusnya harga gas juga turunnya mengikuti. Kalau harga gas tidak bersaing, maka ongkos produksi kita juga semakin besar," terangnya.
(gir)