Jakarta, CNN Indonesia -- Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) menilai pembukaan data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak bisa dilakukan kepada nasabah secara umum, tetapi hanya untuk yang bermasalah.
Ketua Perbanas Sigit Pramono menjelaskan, bank tidak bisa dipaksa memberikan data transaksi kartu kredit nasabah karena terikat pada aturan kerahasian bank dalam Undang-undang Perbankan. Apabila bank sembarangan memberikan data itu, bank bisa dituntut karena melanggar undang-undang.
“Sebetulnya segala informasi mengenai dana di perbankan itu menyangkut kerahasian bank,” ujarnya saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sigit mengaku belum membicarakan lebih lanjut soal kewajiban bank penerbit (
issuer) kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada DJP dengan seluruh anggota Perbanas.
Namun, menurut Sigit, pembukaan data transaksi kartu kredit oleh petugas pajak tidak bisa diberlakukan pada nasabah secara umum. Pembukaan data transaksi hanya diperuntukkan bagi nasabah yang memang diduga kuat telah melakukan pengemplangan pajak.
“Intinya selama tidak melanggar kerahasian perbankan kami tidak ada persoalan,” ujarnya.
Di sisi lain, Sigit menyatakan akan kooperatif dengan DJP terkait data transaksi kartu kredit nasabah selama petugas pajak terkait mengantongi surat rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI).
“Kalau ada permintaan (membuka data) kita akan kooperatif selama dilakukan dengan prosedur yang benar dalam hal ini ada surat dari otoritas,” tuturnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan 23 bank penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Aturan tersebut ditetapkan sejak 22 Maret dan telah berlaku sejak PMK tersebut diundangkan.
Dalam beleid tersebut, bank atau lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber dari billing statement yang memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, nomor rekening kartu kredit, nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.
(gir)