Jakarta, CNN Indonesia -- Rasio kredit bermasalah alias
nonperforming loan (NPL) industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tembus level 6,2 persen per Februari 2016. Realisasi tersebut menunjukkan tren peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,37 persen dan 4,75 persen pada 2014.
Tidak cuma itu, realisasi NPL industri BPR pada dua bulan pertama tahun ini juga mencerminkan memburuknya kualitas kredit dan jauh di atas ambang yang diperkenankan Bank Indonesia, yaitu 5 persen.
"Tidak bisa kami pungkiri, rasio kredit macet memang meningkat. Namun, ini hal yang wajar karena NPL saat ini jangka pendek. Bulan Februari relatif lebih pendek dibandingkan bulan lainnya dan ada libur, sehingga mempengaruhi kerja
collection," ujar Joko Suyanto, Ketua Umum Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) kepada CNNIndonesia.com, Jumat (8/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, karakter bisnis BPR yang didominasi oleh penyaluran kredit segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memang selama ini rawan macet. Hal ini dikarenakan, pengelolaan arus kas pelaku UMKM masih sangat terbatas.
Di sisi lain, ekspansi kredit yang disalurkan BPR tidak sekencang tahun-tahun sebelumnya. BPR cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru. Terbukti dengan pertumbuhan kredit yang tercatat
single digit. Per Februari 2016, pertumbuhan kredit BPR cuma naik 8,69 persen menjadi Rp75,4 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Padahal, mengutip data Perbarindo, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan asetnya mampu mencapai lebih dari 10 persen. DPK BPR mekar hingga 13,04 persen menjadi Rp84,3 triliun per Februari 2016 dan asetnya naik 13,55 persen.
"NPL memang masih menjadi isu di industri BPR. Namun, itu pun karena BPR banyak bermain di segmen UMKM yang notabene risiko kreditnya tinggi. Tetapi, sebetulnya, tidak semua BPR punya NPL tinggi. Ada juga BPR yang dapat menjaga rasio NPL mereka di bawah satu persen, meskipun ada juga yang menyentuh 10 persen," terang Joko.
Ambil contoh, BPR Bekasi Binatanjung Makmur. Bank yang beroperasi di wilayah Bekasi tersebut mampu menjaga rasio NPL-nya di kisaran 4 persen. Raihan ini jauh lebih rendah kalau dibandingkan posisi tahun lalu sebesar 8 persen dan 11 persen pada akhir tahun 2014 lalu.
Strateginya, yakni menjaga pertumbuhan kredit dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan konsentrasi membenahi kredit bermasalah. "Dua tahun terakhir, kami fokus membenahi NPL. Kami membentuk tim remedial collection untuk restrukturisasi dan lelang kredit macet. Karenanya, tidak terlalu getol dalam ekspansi kredit," kata Hiras L Tobing, Direktur BPR Bekasi Binatanjung Makmur.
(gen)