Akselerasi Emiten Transportasi Tersendat di Paruh Pertama

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 09 Agu 2016 14:17 WIB
Perlambatan ekonomi, pelemahan harga minyak hingga persaingan yang ketat jadi pukulan telak bagi perusahaan transportasi di semester I tahun ini.
Perlambatan ekonomi, pelemahan harga minyak hingga persaingan yang ketat jadi pukulan telak bagi perusahaan transportasi di semester I tahun ini. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja perusahaan yang melantai di bursa saham (emiten) sektor transportasi, baik udara, darat dan laut tersungkur pada separuh tahun ini. Perlambatan ekonomi, pelemahan harga minyak hingga persaingan yang ketat jadi pukulan telak.

Berdasarkan data yang dikumpulkan CNNIndonesia.com, perusahaan transportasi udara terbesar yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia adalah PT Garuda Indonesia Tbk. Sementara untuk darat, terdapat PT Blue Bird Tbk dan PT Express Transindo Tbk yang menjadi dua penggawa besar. Adapun, sektor laut kini dipimpin PT Soechi Lines Tbk yang berfokus ke pengiriman komoditas migas.

Garuda Indonesia, selaku maskapai penerbangan pelat merah, mencatatkan kinerja yang melempem di paruh pertama 2016. Perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar US$63,2 juta di semester I tahun ini, berbalik negatif dari laba bersih US$29,3 juta pada periode yang sama 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelemahan kinerja ini berawal dari pendapatan perseroan yang turun 4,1 persen menjadi US$1,76 miliar, dari US$1,84 miliar. Dari tiga lini pendapatan Garuda Indonesia, hanya pendapatan lainnya yang tercatat naik 3,7 persen, menjadi US$180 juta.

Sementara pendapatan berjadwal perseroan turun sebesar 2,8 persen menjadi US$1,56 miliar. Lebih lanjut, pendapatan penerbangan tidak berjadwal longsor 65,5 persen menjadi US$20 juta.

Hal tersebut masih ditambah menanjaknya beban usaha sebesar 2,2 persen menjadi US$1,8 miliar. Malangnya, Garuda Indonesia juga masih harus menelan rugi selisih kurs sebesar US$15,27 juta. Padahal di paruh pertama tahun lalu, perseroan untung selisih kurs US$22,35 juta.

Kepala Riset First Asia Capital, David Sutyanto mengatakan, pelemahan kinerja Garuda Indonesia terseret perlambatan ekonomi. Menurutnya, perlambatan ekonomi tercermin dari turunnya pendapatan penerbangan terjadwal perseroan.

“Kalau ekonomi melambat, maka masyarakat mengurangi aktivitas jalan-jalan dan berwisata. Garuda Indonesia terkena imbas karena hal itu, meski harga minyak turun,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/8).

Dari sektor transportasi darat, dua emiten terbesar, laju Blue Bird dan Express Transindo tercatat juga melorot. Blue Bird mencatatkan penurunan laba bersih hingga 48,8 persen menjadi Rp228,97 miliar di paruh pertama tahun ini, dari Rp444 miliar di periode yang sama 2015.

Pendapatan pokok operator taksi berlogo burung biru ini turun menjadi Rp2,47 triliun, dari Rp2,67 triliun. Hal itu ditambah beban usaha Blue Bird yang tercatat naik menjadi Rp302,67 miliar, dari Rp212,97 miliar.

Adapun kinerja Express Transindo di paruh pertama 2016 lebih babak belur. Operator taksi berwarna putih tersebut menelan rugi bersih sebesar Rp42 miliar, berbalik negatif dari laba bersih Rp32,49 miliar.

Sejak awal, pendapatan Express Transindo sudah anjlok 26,71 persen menjadi Rp374,06 miliar. Rinciannya, di bisnis utama, pendapatan perusahaan turun 22,5 persen menjadi Rp333,77 miliar. Sementara, bisnis sewa kendaraan dan suku cadang masing-masing turun 58 persen dan 42 persen.

“Blue Bird dan Express terkena efek maraknya jasa transportasi online. Kinerja mereka tergerus karena konsumen berpindah ke transportasi online yang lebih murah dan efisien,” jelas David.

Pemimpin sektor transportasi laut, Soechi Lines juga haru mengalami masa pahit di semester I 2016. Pendapatan perusahaan turun 9,85 persen menjadi US$64 juta dibandingkan dengan perolehan periode yang sama tahun lalu US$71 juta. Hal itu sejalan dengan berkurangnya setoran dari bisnis galangan kapal (shipyard) sebesar 25,7 persen, dari US$9,06 juta menjadi US$12,2 juta.

Berkurangnya pendapatan turut berdampak pada laba bersih Soechi, yang ikut turun 72 persen menjadi US$6,36 juta. Namun, selain karena pendapatan, penurunan laba juga disebabkan oleh rugi selisih kurs yang mencapai US$2,1 juta. Padahal, di semester I 2015, perseroan membukukan laba kurs senilai US$4,2 juta.

David mengatakan, pendapatan emiten pelayaran, terutama yang berfokus ke pengiriman migas tertekan harga komoditas yang turun. Menurutnya karena kontrak migas melemah sejalan dengan harga minyak yang turun.

Overall, saham sektor ini memang sebaiknya dihindari karena prospeknya masih kurang bagus untuk sepanjang tahun,” jelasnya.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Stario Utomo mengatakan, perlambatan ekonomi menjadi pukulan utama bagi sektor transportasi di tahun ini. Namun, pelaku pasar sebaiknya juga mewaspadai pergerakan harga minyak dunia.

“Saya kira memang tahun ini kurang bersahabat bagi emiten sektor transportasi. Sebaiknya dihindari dulu,” jelas Satrio. (gir/gen)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER