Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendesak Selandia Baru membebaskan bea masuk atas produk pembunuh hama (pestisida) herbisida dan insektisida asal Indonesia.
Pasalnya, Indonesia termasuk sebagai anggota Australia-ASEAN-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) , yang sesuai perjanjian tidak seharusnya dibebankan bea masuk.
Harjanto, Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin menjelaskan, negosiasi tengah dilakukan oleh Kemenperin terkait hal itu demi memperbaiki neraca perdagangan Indonesia dengan Selandia Baru yang defisitnya semakin melebar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Selandia Baru tercatat sebesar US$176,26 juta pada semester I 2016. Angka itu melebar 0,51 persen dibanding posisi yang sama tahun lalu US$175,36 juta.
Menurut Harjanto, ekspor herbisida dan insektisida dari Indonesia ke Selandia Baru masih dibebankan bea masuk sebesar 5 persen. Padahal, Indonesia masuk menjadi anggota AANZFTA yang seharusnya produk ekspor apapun di kawasan bebas bea masuk.
"Kami sudah berada di bawah AANZFTA sejak tahun 2009. Oleh karenanya, kami minta untuk menyelesaikan liberalisasi lebih jauh lagi untuk kedua produk ini. Kalau tidak begini, perusahaan asal Indonesia bisa kehilangan gate di Australia dan Selandia Baru," ujar Harjanto, Kamis (25/8).
Ia melanjutkan, permintaan ini diajukan karena Indonesia juga merasa tidak diperlakukan dengan adil. Pasalnya, impor produk serupa asal Malaysia, yang juga anggota AANZFTA, tidak dikenakan bea masuk sama sekali.
"Memang hanya Indonesia dan Malaysia yang mengekspor herbisida dan insektisida di kawasan Asia Tenggara. Kalau dibeginikan, artinya kan produk Indonesia bisa kalah saing dengan Malaysia. Kami minta supaya di AANTZFTA ini Indonesia bisa dapat preferensi yang sama dengan malaysia, yakni bea masuk nol persen," tambah Harjanto.
Kebijakan yang menguntungkan Malaysia itu, tambahnya, juga terbilang aneh mengingat Selandia Baru terbilang protektif terhadap impor herbisida dan insektisida. Karenanya, ia berharap pemerintah Selandia Baru mau mengabulkan permintaan ini.
"Saya rasa Kementerian Perdagangan sudah tahu ihwal masalah ini. Kami juga sudah bilang ke Kedutaan Besar Selandia Baru di Indonesia. Yang penting kami sudah bilang. Hasilnya bagaimana, kami tergantung pemerintah Selandia Baru," pungkas Harjanto.
Sebagai informasi, nilai perdagangan Indonesia ke Selandia Baru tercatat sebesar US$1,07 miliar pada tahun 2015. Indonesia berharap bisa meningkatkan nilai perdagangan sebanyak dua kali lipat pada tahun 2020 mendatang.
(ags/gen)