Paruh Pertama, Bisnis CPO dan Otomotif Hambat Grup Salim

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Senin, 29 Agu 2016 13:16 WIB
Kendati bisnis minyak sawit mentah (CPO) dan otomotif terjerembab, lini usaha barang konsumsi mampu bersinar dan menopang kinerja Grup Salim.
Kendati bisnis minyak sawit mentah (CPO) dan otomotif terjerembab, lini usaha barang konsumsi mampu bersinar dan menopang kinerja Grup Salim. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja perusahaan terbuka (emiten) Grup Salim sepanjang paruh pertama tahun ini terhambat pelemahan lini bisnis komoditas dan otomotif. Untungnya, sektor barang konsumsi masih mampu menopang performa grup. 

Dua emiten yang bergerak pada bisnis makanan dan minuman seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood ICBP Sukses Makmur (ICBP) mampu bersinar di grup bisnis yang didirikan Liem Sioe Liong atau Sudono Salim ini.

Indofood mencatat kenaikan pendapatan sebesar 4,44 persen menjadi Rp34,08 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp32,63 triliun. Alhasil, laba perusahaan pun tumbuh menjadi Rp2,23 triliun atau 28,9 persen dari Rp1,73 triliun.

Begitu juga dengan pendapatan Indofood CBP yang tumbuh sebesar 9,78 persen menjadi Rp18,17 triliun dari sebelumnya Rp16,55 triliun. Perusahaan mencatat kenaikan laba bersih sebesar 13,87 persen dari sebelumnya Rp1,73 triliun menjadi Rp1,97 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, pemegang waralaba Kentucky Fried Chicken di Indonesia, PT Fast Food Indonesia (FAST), juga mampu membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 11,05 persen menjadi Rp2,31 triliun dari sebelumnya Rp2,08 triliun. Sementara, laba bersih Fast Food tercatat sebesar Rp43,19 miliar, naik hampir dua kali lipat dari Rp27,72 miliar di semester I 2015.

Selain sektor makanan, Grup Salim juga memiliki emiten yang bergerak dalam bidang ritel di Indonesia yakni PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET). Emiten ini mengalami kenaikan pendapatan paling tinggi yakni mencapai Rp388,82 persen dari Rp1,88 milir menjadi Rp9,19 miliar.

Namun, jika menelisik lagi ke dalam laporan keuangan perusahaan, jumlah pendapatan tersebut hanya berasal dari jasa kepada pelanggan, sedangkan perusahaan memiliki pendapatan yang tidak dapat dialokasikan sebesar Rp122,96 miliar. Hal ini membuat laba bersih perusahaan tumbuh menjadi 105,47 miliar atau sebesar 12,08 persen dari sebelumnya Rp94,10 miliar.

M. Al Amin, analis Milenium Danatama Sekuritas menyatakan, sektor usaha barang konsumsi menyumbang kontribusi terbesar bagi kinerja Grup Salim secara keseluruhan, khususnya Indofood CBP dan Indofood. Di mana barang konsumsi menyumbang 52 persen dari pendapatan Grup Salim.

Kemudian, lanjutnya, penyumbang terbesar kedua dari perusahaan yang belum melantai di bursa, yakni PT Bogasari, yang menyumbang pendapatan ke Grup Salim sebesar 23 persen, kemudian agrikultur 17 persen, dan distribusi 8 persen.

“Jadi memang sebenarnya yang Indofood masih jadi penyumbang paling besar ke Grup Salim, produknya masih diminati misalnya mie instan,” kata M. Al Amin, Minggu (28/8).

Selain terkenal karena produk mie instannya, Indofood juga memiliki produk lainnya, misalnya produk susu dan makanan kecil atau snack. Selain itu, untuk produk minumannya sendiri seperti Pepsi, Pepsi Blue, Fruitamin, Ichi Ocha, Cafela Latte dan Club.

“Dengan banyak mengeluarkan produk, potensi ke depannya jelas masih sangat bagus. Untuk pasar masih didominasi dalam negeri, sekitar 92 persen penjualan ke dalam negeri sisanya penjualan ekspor,” jelas Al Amin.

Adapun produsen semen, PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) mampu mempertahankan kinerja kendati pendapatan turun 14,59 persen menjadi Rp7,74 triliun dari sebelumnya Rp8,87 triliun. Perusahaan berhasil mencatat kenaikan laba bersih sebesar 5,21 persen dari Rp2,3 triliun menjadi Rp2,42 triliun.

“Ini kan pemerintah sedang genjot properti dan infrastruktur nih sekarang, jadi kemungkinan emiten semen ikut terkena dampaknya. Semen kan sangat tergantung dengan proyek properti sebesar 70 persen, dan sisanya 30 persen tergantung lancaranya proyek infrastruktur,” kata Al Amin.

Loyo di Bisnis CPO dan Otomotif

Di sisi lain, emiten yang bergerak dalam bisnis minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), yakni PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama (SIMP) sama-sama mencatat penurunan pendapatan pada semester I ini. Di mana pendapatan PP London turun menjadi Rp1,65 triliun atau sebesar 25,45 persen dari sebelumnya Rp2,07 triliun. Sementara, pendapatan Salim Ivomas turun tipis 1,19 persen menjadi Rp6,71 triliun dari Rp6,79 triliun.

Kendati pendapatan perusahaan turun, namun emiten Salim Ivomas berhasil tetap mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 35,91 persen menjadi Rp172,41 miliar dari sebelumnya Rp126,85 miliar. Sementara, laba bersih PP London terjun bebas menjadi Rp112,64 miliar atau turun 174,18 persen dari Rp308,84 miliar.

Christian Saortua, analis Minna Padi Investama menilai, kinerja emiten yang bergerak dalam bisnis CPO pada paruh pertama 2016 ini memang terjadi penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan tahun lalu. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan harga CPO. Namun, jika dibandingkan secara kuartal ke kuartal, harga CPO sudah mulai membaik.

“Saya menilai ada upaya untuk menstabilkan harga yang dilakukan di awal tahun dan mulai menunjukan dampaknya pada semester kedua tahun ini. Untuk itu saya sendiri optimistis bahwa perbaikan harga akan terus terjadi sampai akhir tahun ini,” ucap Christian.

Sementara perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif, PT Indomobil Sukses Internasional (IMAS) membukukan kinerja negatif. Pendapatan perusahaan turun 17,25 persen menjadi Rp8 triliun dari Rp9,38 triliun. Penurunan tersebut membuat perusahaan merugi semakin banyak yakni Rp93,14 miliar atau tumbuh 33,74 persen dari sebelumnya merugi Rp69,64 miliar.

“Penjualan mobil secara keseluruhan masih melambat. Hanya tumbuh 5 persen dari awal tahun hingga semester I 2016. Hal ini disebabkan karena perekonomian dalam negeri yang belum sepenuhnya membaik,” ucap Al Amin.

Kendati demikian, jika dilihat secara keseluruhan, maka Al Amin menilai Grup Salim masih berkembang pada semester II 2016. Hal ini karena berbagai produk yang dibuat oleh Indofood sudah memiliki pasarnya sendiri, sehingga kinerja dari Indofood tentu akan menopang pertumbuhan Grup Salim secara keseluruhan.

“Secara umum Grup Salim masih akan bagus untuk ke depannya,” pungkasnya. (gir)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER