Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) untuk menurunkan angka
cost recovery tahun depan di bawah US$10 miliar.
Luhut beralasan, banyak sekali biaya-biaya operasional migas yang bisa ditekan oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Dalam sepekan ke depan, ia meminta SKK Migas untuk merinci penggunaan alat-alat yang bisa dimasukkan ke dalam
cost recovery per KKKS.
Ia memberi contoh masa depresiasi peralatan pengeboran migas yang bisa diperpanjang, agar
cost recovery per tahunnya lebih efisien.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk itu, saya mau
cost recovery di bawah US$10 miliar pada tahun depan. Karena menurut saya, banyak
cost yang bisa kami turunkan. Saya sudah beritahu Kepala SKK Migas, saya maunya ini. Mereka masih
argue, tetap saya mau segitu," ujar Luhut di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (22/9).
Ia mengatakan, pemilahan aspek operasional yang bisa dimasukkan ke dalam
cost recovery sudah seharusnya dilihat secara detil. Pasalnya, setiap sumur migas memiliki operasional yang berbeda, sehingga cara memindai
cost recovery antara satu lapangan sumur dengan lainnya juga tak boleh dilihat secara umum.
Selain itu, ia juga menjamin penurunan
cost recovery tak akan berdampak kepada penurunan produksi. Ia beralasan, penurunan
cost recovery bukanlah indikasi penurunan investasi, melainkan hanya mencari cara untuk lebih efisien.
"Harus dilihat item per item-nya. Setiap lapangan juga kan berbeda. Kalau
cost recovery turun, ya malah bagus. Makin banyak uang negara yang dihemat. Kalau itu bisa dicapai baru prestasi, kalau hanya
business as usual itu tidak prestasi," lanjut Luhut.
Selain itu, ia mengatakan tidak ada KKKS tertentu yang sedang diawasi akibat
cost recovery-nya bernilai besar. Ia menjamin, seluruh KKKS akan diperiksa aspek operasionalnya secara detil.
Bahkan, pemangkasan
cost recovery seharusnya bisa menggugah KKKS untuk menggunakan produk dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi.
Menurut data SKK Migas per Juni 2016, porsi TKDN di dalam pengadaan barang dan jasa di sektor hulu migas tercatat sebesar 46,1 persen. Angka itu lebih kecil dibandingkan posisi akhir 2015 sebesar 68 persen.
"Justru kalau
cost recovery ditekan, punya andil bagus bagi industri dalam negeri," ujarnya.
Jangan Carry OverSementara itu, Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir menjelaskan, pemotongan
cost recovery bukanlah solusi dari penghematan anggaran. Ia beralasan, meski
cost recovery ditekan pada tahun depan, namun ada kemungkinan akan ada banyak
cost recovery yang dibebankan ke pemerintah (carry over) pada tahun berikutnya.
"Kalau memang bisa diturunkan di bawah US$ 10 miliar itu prestasi. Tetapi tidak di-carry over di tahun berikutnya. Lebih baik, pemerintah mengatur standarisasi bagi beban-beban yang belum ada satuannya namun masuk ke
cost recovery, seperti pengelolaan limbah," lanjutnya.
Sebagai informasi,
cost recovery yang dicantumkan di dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017 dipatok sebesar US$10,4 miliar. Angka ini lebih kecil 8,77 persen dibandingkan APBN 2016 sebesar US$11,4 miliar.
(gen)