Empat Alasan Obligasi Korporasi Tertinggal dari Negara Lain

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Rabu, 05 Okt 2016 19:18 WIB
Penerbitan obligasi korporasi di Indonesia saat ini masih didominasi sektor perbankan dan pembiayaan, sedangkan infrastruktur dan properti masih sangat kecil.
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra menyebut, obligasi korporasi di Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara lain. Ada empat alasan yang dipaparkan Salyadi mengenai ketertinggalan tersebut.

Pertama, dalam pelaksanaannya obligasi korporasi membutuhkan proses yang tidak sebentar. Kedua, isu keterbukaan dalam penerbitan obligasi maupun investor obligasi juga menjadi persoalan.

“Alasan lainnya adalah soal tenor. Kalau di luar negeri, tenor itu bisa panjang sekali dari 10-15 tahun. Jadi meskipun bunganya tidak terlalu jauh dengan bank, tetapi tenor bisa panjang. Itu menarik investor,” ujar Salyadi ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (5/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salyadi menjelaskan, tenor obligasi di Indonesia saat ini berkisar antara tiga hingga lima tahun. Tenor yang sebenarnya sama dengan perbankan, namun dengan proses, keterbukaan, dan isu lainnya yang lebih panjang dan dianggap merepotkan.

“Makanya investor juga lebih memilih perbankan ketimbang berinvestasi di obligasi korporasi. Enggak repot, enggak susah prosesnya,” tuturnya.

Alasan keempat, lanjut Salyadi, yaitu dari sisi investor institusi dan pemahaman mereka tentang produk obligasi. Secara teknis, investor institusi bisa jadi sudah mengerti tentang obligasi korporasi, tetapi mereka harus dapat menjelaskan kepada pengawas atau pendiri perusahaan investasi tersebut agar mau beralih dari perbankan ke obligasi korporasi.

“Selain itu, investor institusi ini juga harus lebih melonggarkan lagi kebijakan investasi mereka. Misal, mereka jadi tidak masalah untuk investasi jangka panjang, jangan hanya yang tiga sampai lima tahun saja,” ujarnya.

Menurut Salyadi, minat untuk menerbitkan obligasi sebenarnya sangat besar. Namun dari total dana kelola Rp2 ribu triliun yang dimiliki investor institusi, diinvestasikan di deposito, saham, reksadana, surat utang negara, dan obligasi korporasi.

“Untuk investasi ke obligasi korporasi, mereka punya batasan let’s say, 10 persen. Jumlah itu berarti hanya Rp200 triliun yang diinvestasikan ke sini. Maka itu kita harus meningkatkan kapasitas investor agar mau berinvestasi di obligasi. Sosialisasi sudah tentu menjadi salah satu hal yang harus dilakukan,” tutur Salyadi.

Penerbitan obligasi korporasi di Indonesia saat ini masih didominasi sektor perbankan dan pembiayaan, sedangkan sektor riil seperti infrastruktur dan properti masih sangat kecil. "Ini tantangan. Pefindo senang dengan perkembangan penerbitan obligasi tahun ini, tapi masih banyak yang sebenarnya bisa kita gali," katanya.

Salyadi mengatakan, persentase penerbitan obligasi korporasi terhadap kredit yang dikucurkan perbankan memang mengalami peningkatan. Namun total outstandingnya masih tertinggal jauh dibanding negara lain.

Berdasarkan catatan Pefindo, total outstanding obligasi korporasi di Indonesia baru berkisar di angka 7,5 persen dibanding total outstanding kredit perbankan.

“Di Malaysia, total outstanding obligasi korporasi sampai 47,5 persen dibanding outstanding kredit perbankan. Di sana, obligasi menjadi alternatif pendanaan jika perusahaan tidak bisa ke bank,” kata Salyadi dalam Workshop Wartawan Pasar Modal di Kabupaten Badung, Bali, akhir pekan lalu.

Salyadi mengatakan, hingga akhir tahun ini, nilai obligasi korporasi bisa mencapai Rp110 triliun, dengan total outstanding mencapai sekitar Rp285 triliun. Hingga dua tahun ke depan, Salyadi memprediksi total outstanding paling banyak mencapai 10 persen dibanding total outstanding kredit perbankan.

“Kalau tanpa ada perubahan apa-apa, paling tinggi 10 persen, angkanya bisa Rp280 triliun sampai Rp300 triliun tahun ini, dan tahun bisa sampai Rp350 triliun,” ucapnya.

Berdasarkan data Pefindo, mandat pemeringkatan yang diterima dan rencana penerbitan obligasi pada kuartal IV 2016 sebesar Rp51,24 triliun. Terdiri dari penerbitan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) baru Rp31,70 triliun; rencana realisasi PUB Rp8,15 triliun; dan penerbitan obligasi, sukuk, dan Medium Term Notes (MTN) Rp11,39 triliun. (rdk)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER