Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Direktur PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) Rizkan Chandra mengatakan, potensi pendapatan perusahaan yang hilang atas sengketa penambangan karst dan pendirian pabrik di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mencapai Rp2,1 triliun.
Angka itu dihitung berdasarkan harga semen sebesar Rp700 ribu per ton dikali kapasitas maksimal pabrik semen yang akan beroperasi di Rembang pada Desember 2016, mencapai 3 juta ton.
Potensi kehilangan tersebut diungkapkan Rizkan menyusul proses hukum yang mempersoalkan izin lingkungan penambangan karst dan pendirian pabrik semen oleh petani di Rembang. Sementara pabrik tersebut seharusnya mulai beroperasi akhir tahun ini sejak dibangun tahun 2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau tidak jadi beroperasi, akan ada potensi kekurangan pendapatan. Harga sekarang dikali kapasitas 3 juta ton,” ujar Rizkan saat berbincang di Kantor Redaksi CNNIndonesia.com, 26 September lalu.
Sehingga saat itu, Rizkan menyebut penting untuk melanjutkan operasi pabrik semen di Rembang. Ada empat alasan yang dikemukakan Rizkan yaitu komitmen perusahaan terhadap para pemegang saham, kepentingan pabrik tidak hanya jangka pendek melainkan jangka panjang, dan target
market share yang harus selalu dimaksimalkan.
Market share Semen Indonesia per Juli 2016 sebesar 41,5 persen.
“Alasan lain agar hegemoni asing tidak menguasai Indonesia. Apalagi industri ini menimbulkan polusi. Kalau dikuasai asing, kita hanya dapat polusinya,” tutur Rizkan.
Untuk menjalankan aktivitas penambangan karst sebagai salah satu bahan baku produksi semen, dan operasionalisasi pabrik semen, Semen Indonesia telah mengantongi berbagai izin.
Berdasarkan data yang dihimpun CNNIndonesia.com, izin tersebut di antaranya berupa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) melalui Keputusan Bupati Nomor 545/68/2010 tertanggal 14 Oktober 2010 dan SK bernomor 591/40/2011 tentang Pemberian Izin Lokasi Eksplorasi.
Selanjutnya SK Bupati nomor 591/40/2011 tentang pemberian izin lokasi kepada Semen Gresik untuk pembangunan pabrik semen, lahan tambang bahan baku, dan sarana pendukung lainnya tertanggal 18 November 2011.
Meski telah mengantongi berbagai izin, langkah ekspansi perusahaan milik negara tersebut terjegal penolakan petani Rembang. Penolakan dilakukan tidak hanya lewat aksi demonstrasi di area sekitar pabrik, namun juga hingga ke Istana Negara.
Aksi para petani menarik perhatian Presiden Joko Widodo hingga akhirnya mengundang mereka ke Istana untuk berdiskusi, 2 Agustus lalu. Hasil perbincangan tersebut memutuskan, Kantor Staf Presiden (KSP) diperintahkan memimpin penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terkait penambangan dan pabrik di area Pegunungan Kendeng, Rembang.
Perintah penyusunan KLHS tersebut membuat aktivitas penambangan dan operasional pabrik ditunda. KSP mengaku membutuhkan waktu sampai satu tahun untuk merampungkan KLHS.
“Target operasi pabrik memang Desember 2016, semoga
inline dengan studi KLHS maksimum setahun. Kami tentu berharap tidak maksimum setahun, semua bahan sudah ada. Berharap tentunya proses lebih cepat bukan dari awal lagi,” ujar Rizkan.
Namun bukan hanya KLHS, Semen Indonesia juga menghadapi tuntutan hukum. Majelis hakim sidang peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) memutuskan, memenangkan gugatan petani Rembang dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), 5 Oktober 2016.
Kemenangan tersebut membuat izin lingkungan yang diterbitkan Gubernur Jawa Tengah untuk PT Semen Gresik (Persero) Tbk harus dibatalkan.
Berdasarkan informasi yang diakses dari situs resmi MA, amar putusan itu berbunyi, mengabulkan gugatan dan membatalkan objek sengketa. Objek sengketa dimaksud yaitu SK Gubernur Jateng Nomor 660.1/17/2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen milik PT Semen Gresik (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang tertanggal 7 Juni 2012.
(rdk/asa)