Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku telah mencapai kata sepakat dengan asosiasi hulu migas (Indonesian Petroleum Association/IPA) terkait insentif eksplorasi melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010. Meski, tak semua keinginan IPA bisa dikabulkan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamudji menjelaskan, pemerintah tak bisa membebaskan pajak dan retribusi atas barang-barang operasional hulu migas (
assume and discharge) karena masalah penerimaan negara. Namun, ia menjamin tingkat keekonomian lapangan bisa mendekati kondisi di mana
assume and discharge pernah diberlakukan.
"Mereka (pelaku usaha) inginnya retribusi dan pajak daerah tetap dihilangkan dan kembali ke
assume and discharge. Namun, kami tak bisa memberikan semua yang mereka inginkan, tetap harus ada
win-win solution di antara pemerintah dan pelaku usaha," ujar Teguh ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada awalnya, lanjut Teguh, IPA juga menolak poin fiskal di revisi PP Nomor 79 tahun 2010 karena takut keekonomian lapangannya berubah jika peraturan fiskalnya juga ikut berubah. Sehingga, IPA berharap peraturan fiskal bagi lapangan yang telah ada (
existing) tidak ikut diubah.
"Apalagi kalau kebijakannya harus di-
enforce di kontrak yang lama, hitung-hitungan investor bisa ikut berubah," lanjut Teguh.
Sampai sejauh ini, pemerintah telah menawarkan
win-win solution yang dianggapnya bisa diterima oleh IPA. Solusi tersebut adalah membiarkan kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) yang terbit sebelum Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 dan PP no. 79 tahun 2010 agar bisa menikmati
assume and discharge.
Sementara itu, fasilitas fiskal bagi kontrak yang ditandatangani pasca PP Nomor 79 tahun 2010 akan diubah sesuai dengan poin revisi beleid tersebut, di mana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, PPN dalam negeri, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan bea masuk pada masa eksplorasi semuanya ditanggung pemerintah.
Selain itu, seluruh kontrak pasca pemberlakuan PP no. 79 tahun 2010 juga akan menikmati fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi dan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (
cost sharing) oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya
overhead kantor pusat.
"Sebelum tahun 2001 ada 170-an kontrak. Sementara itu, antara tahun 2001 hingga 2010 ada 130-an kontrak migas yang ditandatangani. Sehingga, total 300-an kontrak yang masih bisa menikmati fasilitas
assume and discharge," tutur Teguh.
Meski tak bisa memenuhi kembali keinginan
assume and discharge, Teguh mengatakan seharusnya tak ada pertentangan dari IPA. "Saya sih, menangkapnya mereka tetap sepakat soal ini," jelas Teguh.
Selain fasilitas fiskal, terdapat pula insentif non-fiskal melalui revisi PP 79 tahun 2010 terdiri dari kejelasan fasilitas non fiskal seperti
investment credit, percepatan depresiasi, dan Domestic Market Obligation (DMO) Holiday, serta diberlakukannya sistem
sliding scale, di mana pemerintah mendapatkan bagi hasil lebih apabila terdapat
windfall profit.
(gir/gen)