YLKI: Kondisi Toilet 87,5 Persen SPBU Jakarta Miris

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 22 Nov 2016 10:55 WIB
Tidak hanya itu, konsumen juga tidak puas dengan mushola yang terdapat di 44 SPBU atau 91,7 persen dari sampling penelitian.
Yayasan Lembaga dan Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti pengelolaan toilet dan mushola di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), karena dinilai tidak mumpuni. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga dan Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti pengelolaan toilet dan mushola di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), seiring dengan banyaknya konsumen yang tidak puas di dalam memanfaatkan dua fasilitas tersebut.

Staff Peneliti YLKI Natalia Kurniawati mengatakan, temuan itu diperoleh dari penelitian kepuasan konsumen atas sarana pendukung SPBU. Di dalam uji sampling 48 SPBU yang tersebar di DKI Jakarta ditemukan bahwa masyarakat tidak hanya pergi ke SPBU untuk beli bensin, namun juga untuk menumpang toilet dan mushola.

Sayangnya, kedua fasilitas tersebut malah dianggap sebagai penunjang SPBU terburuk oleh konsumen. Sebanyak 42 SPBU atau 87,5 persen dari sampel dianggap tak memiliki toilet yang mumpuni. Tidak hanya itu, konsumen juga tidak puas dengan mushola yang terdapat di 44 SPBU atau 91,7 persen dari sampel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Natalia, banyak aspek yang membuat konsumen tidak suka dengan dua sarana tersebut. Dari mulai mushola yang terlalu sempit, toilet yang digabung dengan tempat wudhu, hingga parkir toilet yang terlalu dekat dengan aktivitas pengisian bensin.

Namun, lanjutnya, aspek utama yang kerap dikeluhkan konsumen adalah higienitas. "Dan ketika kami meninjau langsung, memang sangat miris sekali kondisi toilet dan mushola di 48 SPBU yang kami datangi," ujar Natalia, Senin (21/11).

Seiring banyaknya ketidakpuasan konsumen, YLKI berharap, SPBU menempatkan kualitas toilet dan mushola sebagai prioritas utama setelah operasional pengisian bensin.

"Segini saja baru penelitian sampling, bayangkan hasilnya kalau penelitian ini melibatkan seluruh SPBU," katanya.

Sekretaris Jenderal Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Syarif Hidayat menuturkan, terdapat dua hal yang membuat pengusaha SPBU mengesampingkan kualitas toilet dan mushola di SPBU.

Pertama, standarisasi kebersihan toilet. Selama ini, auditor SPBU yang ditugaskan PT Pertamina (Persero) hanya mengimbau agar toilet dan mushola bersih dan wangi. Sayangnya, tak ada indikator yang bisa dijadikan tolak ukur dalam menilai kebersihan dan keharuman dua fasilitas itu.

"Misalnya, apakah kami perlu menaruh pengharum otomatis? Apakah perlu lantai dipel setiap sekian menit sekali? Rincian ini yang belum ada, standarisasinya juga belum jelas. Kami memang berencana untuk membicarakan hal ini dengan Pertamina," tutur Syarif kepada CNN Indonesia.

Selain masalah standarisasi, Syarif khawatir, biaya operasional SPBU bisa membengkak kalau pengusaha meningkatkan kualitas toilet dan mushola. Pasalnya, pengusaha perlu menambah pegawai untuk menjaga kenyamanan dua fasilitas tersebut.

Padahal, gaji pegawai mengambil 60 hingga 70 persen dari total beban bulanan usaha SPBU. Penambahan pegawai ini dipastikan akan memberatkan SPBU, khususnya yang beroperasi 24 jam.

"Pengeluaran kami untuk barang-barang kebersihan toilet dan mushola memang cukup rendah, tapi kami concern di masalah tenaga kerja. Kami ingin cost lebih efisien, tapi Upah Minimum Regional (UMR) naik terus. Kalau kami pekerjakan pegawai di bawah UMR, nanti bisa mencoreng nama Pertamina," terang dia.

Kendati demikian, pengusaha pun ingin toilet dan mushola bisa senyaman mungkin mengingat fungsi SPBU saat ini sudah berkembang sebagai rest area. Ia mengatakan, Hiswana Migas tetap mengimbau anggotanya agar tetap berupaya menyediakan toilet dan mushola yang nyaman.

"Kami juga akan sediakan stiker berisi nomor telepon yang bisa dihubungi jika memang toilet dan mushola di SPBU tidak nyaman," pungkas Syarif. (bir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER