Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Indonesia Port Watch (IPW) Syaiful Hasan mendukung penolakan Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) atas perpanjangan kontrak Hutchison Port Indonesia (HPI) di pelabuhan tempatnya bekerja.
"Kasus kontrak JICT bukan semata kepentingan pekerja atau PT Pelindo II (Persero),” kata Syaiful, dikutip Kamis (4/5).
Menurut Syaiful, pengungkapan kasus kontrak JICT sangat terkait dengan kepastian hukum investasi asing di Indonesia. Karena ia menilai perpanjangan kontrak HPI di JICT dilaksanakan tanpa ada alas hukum yang jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan belum kasih izin. Lalu dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diketahui ada kerugian negara Rp650 miliar lebih," ucap Syaiful.
Oleh karena itu, Syaiful mendesak BPK untuk melakukan audit investigasi lanjutan untuk mengungkap aktor intelektual perpanjangan kontrak HPI di JICT.
“Jangan hanya penjelasan direksi Pelindo II yang lama yang dipegang. Karena publik harus mengetahui peristiwa sesungguhnya,” tegasnya.
Sebelumnya Serikat Pekerja JICT menolak diberikannya perpanjangan pengelolaan sebagian wilayah pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara kepada HPI.
Penolakan tersebut disampaikan dalam aksi demonstrasi yang diikuti sekitar 300 pekerja JICT di Graha Rekso, Kelapa Gading, Jakarta Utara yang menjadi kantor HPI.
Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim mencatat sejak 2015 hingga April 2017, manajemen HPI telah membayarkan uang sewa perpanjangan pengelolaan JICT kepada PT Pelindo II (Persero). Nova menyebut uang tersebut dibayar tanpa ada izin pemerintah dan temuan kerugian negara oleh BPK.
BPK sendiri telah merilis laporan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 tertanggal 1 Desember 2015. Dalam laporan tersebut, auditor keuangan negara menghitung pemerintah dirugikan Rp650 miliar akibat tidak optimalnya uang muka perpanjangan yang dibayarkan oleh Hutchison.
Selain itu, menurut laporan BPK, perpanjangan JICT dilaksanakan tanpa izin Menteri BUMN dan izin konsesi dari Menteri Perhubungan.
"Jelas ini preseden buruk terhadap penerapan GCG oleh investor asing di Indonesia. Untuk itu pemerintah harus membatalkan perpanjangan kontrak JICT," pungkas Nova.