Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perusahaan efek atau sekuritas masih mengeluh terkait adanya perang tarif hingga saat ini. Pasalnya, pihak regulator belum juga menentukan besaran tarif minimal dan maksimal dalam mengoperasikan bisnis perusahaan sekuritas.
Direktur Utama MNC Sekuritas Susi Meiliana menyatakan, penetapan tarif ini bukan hanya soal kegiatan perantara perdagangan efek, tetapi juga penjamin emisi efek atau
underwriter.
"Yang paling berat sebenarnya
underwriting. Ya bagaimana kan belum diatur. Ya harus Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) sekarang yang mendorong," papar Susi, Selasa (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain MNC Sekuritas, hal ini juga masih dirasakan oleh Mandiri Sekuritas. Manajemen mengklaim, perang tarif menjadi salah satu sebab kinerja perusahaan menurun pada semester I 2017 ini.
"Kami sebenarnya dari sisi volume naik, tapi kinerja turun. Ini terkait perang tarif yang makin ketat," jelas Direktur Mandiri Sekuritas, Heru Handayanto.
Dalam laporan keuangan perusahaan hingga Juni ini, total pendapatan perusahaan naik 15,88 persen menjadi Rp370,4 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp319,63 miliar.
Bila dilihat, pendapatan dari kegiatan perantara perdagangan efek naik menjadi Rp101,11 miliar dari Rp86,66 miliar. Kemudian, pendapatan dari penjaminan emisi efek turun dari Rp31,54 miliar menjadi Rp23,83 miliar.
Sayangnya, laba bersih perusahaan anjlok menjadi Rp25,2 miliar, turun 50,5 persen dari sebelumnya Rp50,91 milar.
Adapun, pendapatan MNC Sekuritas melonjak 67,88 persen menjadi Rp59,48 miliar dari sebelumnya yang hanya Rp35,43 miliar. Dalam hal ini, bisnis perantara perdagangan efek memiliki kontribusi besar, yakni Rp36,48 miliar.
Laba bersih perusahaan berhasil berbalik arah menjadi positif Rp8,02 miliar dari sebelumnya yang mengalami rugi bersih hingga Rp3,02 miliar.
APEI sempat membuat batas tarif atau imbal jasa bagi perusahaan efek yang melakukan perantara perdagangan efek pada tahun lalu. Saat itu ditentukan tarif beli menjadi 0,2 persen dan untuk transaksi jual sebesar 0,3 persen. Sementara untuk transaksi perdagangan elektronik atau online trading batas bawahnya 0,18 persen.
Sayangnya, kesepakatan antar perusahaan efek yang tergabung dalam APEI ini terganjal oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut KPPU, hanya regulator yang dapat membuat kebijakan hal seperti itu.
"Kata KPPU berdasarkan Undang-Undang (UU) harus regulator, jadi bukan wewenang asosiasi. Setau saya ada sudah ada diskusi antara KPPU, asosiasi, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," pungkas Heru.