Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal 'menelanjangi' identitas pemilik manfaat (
beneficial ownership) perusahaan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Berdasarkan draf Peraturan Presiden (Perpres) yang diperoleh CNNIndonesia.com,
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan.
"Korporasi dapat dijadikan sarana, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pelaku tindak pidana yang merupakan penerima manfaat dari hasil tindak pidana untuk melakukan kegiatan pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga perlu mengatur penerapan prinsip mengenali penerima manfaat dari korporasi," demikian bunyi salah satu ayat pertimbangan Perpres itu, dikutip Rabu (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Draf Perpres tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dan Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme ini juga memberikan definisi pemilik manfaat.
Disebutkan bahwa pemilik manfaat adalah orang perseorangan, termasuk juga orang perseorangan dalam korporasi yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi atau pengurus pada korporasi.
"Memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini," tulis draf Perpres itu.
Nantinya, korporasi diwajibkan menerapkan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi itu sendiri. Kemudian, informasi pemilik manfaat dari korporasi paling sedikit mencakup beberapa hal, mulai dari nama lengkap hingga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Menanggapi draf Perpres tersebut, Koordinator Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, setelah terdapat definisi pemilik manfaat, maka perlu terdapat kejelasan sistem registrasi data bagi korporasi.
"Kami berharap, data itu bisa dibuka oleh semua orang atau
publik accessed. Kami berharap aturan
beneficial ownership itu lebih ke pembenahan korporasi," jelasnya.
(bir)