DJP Akui 'Kekacauan' Data Pajak Pertambangan Minerba

Anugerah Perkasa | CNN Indonesia
Selasa, 21 Nov 2017 10:23 WIB
Ditjen Pajak mengakui ketidaksamaan data perpajakan sektor minerba yang disediakan sejumlah lembaga, turut mempengaruhi upaya penegakan hukum.
Ditjen Pajak mengakui ketidaksamaan data perpajakan sektor minerba yang disediakan sejumlah lembaga, turut mempengaruhi upaya penegakan hukum. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak mengakui ketidaksamaan data perpajakan sektor pertambangan mineral dan batu bara yang disediakan sejumlah lembaga, turut mempengaruhi upaya penegakan hukum lembaga tersebut.

Direktur Penegakan Hukum DJP Yuli Kristiyono menuturkan penegakan hukum oleh otoritas pajak itu dilakukan berdasarkan data. Dia menuturkan selama ini data pajak di sektor pertambangan—terkait dengan transaksi bisnis maupun ekspor—relatif berbeda oleh pelbagai instansi.

Instansi yang dimaksud adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM hingga Direktorat Jenderal Bea Cukai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


“Antara Bea Cukai beda, Perdagangan, ESDM beda, data mana yang paling valid? Kami agak susah,” kata Heru dalam diskusi mengenai batu bara di Jakarta, Selasa (20/11).

Dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 35 A disebutkan tentang penyerahan data pajak dari pelbagai instansi. Aturan itu menegaskan setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Oleh karena itu, sambungnya, pihaknya melakukan upaya penegakan hukum dengan data yang relatif terbatas.


Terkait dengan hal itu, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menginisasi validasi data dari sejumlah lembaga berkaitan dengan data WP secara keseluruhan.

“Ini untuk sharing data, berapa volume faktual harga maupun cost baik dari PKP2B maupun pemegang IUP,” kata Yuli.

Di sisi lain, kontribusi sektor mineral dan batu bara pada penerimaan pajak juga menunjukkan tren penurunan sepanjang 2012—2016, yakni dari 5 persen mencapai 2 persen. Dari Rp28 triliun pada 2012 menjadi hanya Rp16 triliun pada 2016.

Rasio Pajak di sektor pertambangan minerba pun menunjukkan penurunan sepanjang 2011—2016 yakni 12 persen hingga 3,88 persen. (asa)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER