Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve menaikkan suku bunga 25 basispoin menjadi berada pada kisaran 1,25-1,5 persen, karena ekonomi AS dianggap terus membaik.
Dilansir dari
CNN.com, suku bunga The Fed atau biasa disebut Federal Funds Rate (FFR) yang berpengaruh menentukan suku bunga properti, kartu kredit dan pinjaman lainnya, sekarang berada pada kisaran 1,25-1,5 persen dari semula pada rentang 1-1,25 persen.
Berdasarkan proyeksi ekonomi terbaru, The Fed memperkirakan inflasi akan tetap di bawah targetnya, yaitu 1,7 persen dan tingkat pengangguran menjadi 4,1 persen.
Pembuat kebijakan menaikkan ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi 2018, yaitu 2,5 persen, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 2,4 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan suku bunga yang telah diperkirakan oleh khalayak luas itu merupakan peningkatan ketiga kalinya tahun ini. Meski demikian, suku bunga keseluruhan secara historis masih di level rendah.
Pembuat kebijakan mengambil keputusan berdasarkan pada data ekonomi berupa jumlah pengangguran yang rendah, peningkatan pengeluaran rumah tangga, dan investasi yang meningkat oleh sektor bisnis terjadi pada kuartal IV 2017.
"Pasar tenaga kerja terus menguat dan aktivitas ekonomi meningkat pada level yang solid," ujar Komite Pasar Terbuka The Fed usai pertemuan yang berlangsung selama dua hari itu seperti dilansir CNN.com, Rabu (13/12) waktu setempat.
Ini adalah kelima kalinya The Fed menaikkan suku bunga sejak krisis keuangan 2008. Pembuat kebijakan berencana menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada 2018, bahkan dua kali pada 2019.
Para bankir, di bawah kepemimpinan Gubernur The Fed yang tak lama lagi lengser, Janet Yellen, telah melaju secara perlahan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Mereka terus mengawasi inflasi yang berjalan di bawah ekspektasi.
Pejabat tinggi The Fed mengalami kebingungan atas kondisi inflasi yang telah gagal mencapai target The Fed yang sebesar 2% persen, level yang dianggap sehat bagi perekonomian.
Dalam memutuskan menaikkan suku bunga secara perlahan selama setahun terakhir ini, the Fed telah mempertimbangkan kekuatan dalam bersaing. Rendahnya inflasi dan harga konsumen menjadi dua faktor yang membuat kenaikan suku bunga perlu ditunda. Namun, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tingkat pengangguran yang rendah mendorong bank sentral untuk bertindak.
Yellen telah menggambarkan inflasi sebagai sesuatu yang misterius, namun telah memberi sinyal bahwa kondisi ekonomi Negeri Paman Sam akan stabil dari waktu ke waktu.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mencalonkan Jerome Powell sebagai Gubernur The Fed baru pada November 2017 untuk mengambil alih jabatan Yellen yang akan mengakhiri masa jabatannya setelah empat tahun pada 3 Februari 2018.
Sebagian besar pihak berharap Powell akan berpegang pada sebuah kebijakan moneter yang serupa dengan pendahulunya.
Momentum ini adalah tugas para bankir untuk mengalihkan tuas kebijakan, mendorong tingkat suku bunga ke arah yang lebih tinggi dan lebih rendah, untuk meningkatkan lapangan kerja dan menjaga harga, atau inflasi, pada tingkat optimal.
Inflasi yang terlalu rendah dinilai bisa melukai ekonomi. Bisnis menjadi terhambat karena investasi pada sumber daya manusia dan peralatan. Pasalnya, jika harga tidak naik, upah juga tidak.
Beberapa pejabat Fed telah memperingatkan agar tidak menaikkan suku bunga sampai inflasi mencapai targetnya.
Dua pejabat bank sentral diketahui tidak setuju dengan keputusan penaikan suku bunga tersebut. Presiden Bank Sentral Chicago Charles Evans dan Presiden Bank Sentral Minneapolis Neel Kashkari menilai pembuat kebijakan harus menunggu lebih lama sebelum menaikkan suku bunga lagi.
(lav)