Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan kenaikan upah minimum di negaranya sebesar 40 persen berlaku mulai Januari 2018. Langkah tersebut dinilai banyak ekonom bakal menimbulkan hiperinflasi di negara kaya minyak yang tengah terkena krisis keuangan tersebut.
Dalam pidato akhir tahun yang disiarkan televisi lokal, Maduro menyebut tingkat upah tersebut akan melindungi para pekerja melawan apa yang disebut Maduro sebagai perang ekonomi yang dicetuskan Washington.
"Kabar baik!" ujar seorang mantan supir bus dan pemimpik serikat pekerja berbicara dalam sebuah pidato di siang hari, seperti dikutip Reuters, Selasa (2/1).
Sebagian besar ekonom mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya sedang mengobarkan lingkaran setan di negara yang sudah bergulat dengan kenaikan inflasi tercepat di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengatasi kenaikan harga di negaranya, Maduro memilih menaikkan upah minimum. Namun, hal tersebut justru mempercepat inflasi dan membuat mata uang negara tersebut makin merosot dan semakin menjerumuskan jutaan orang dalam kemiskinan.
Jutaan orang disebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari, sementara kenaikan harga terus berlanjut.
Menurut Data yang dirilis awal bulan ini oleh kongres oposisi, sepanjang Januari hingga November, kenaikan harga atau inflasi sudah mencapai 1.369 persen. Inflasi tersebut diperkirakan meningkat hingga akhir tahun lalu mencapai 2.000 persen. Pemerintah Venezuela sendiri tidak lagi menerbitkan data inflasi secara reguler.
Politisi oposisi mengatakan, penolakan Maduro untuk merombak model ekonomi yang dipimpin negara Venezuela dan menghentikan pencetakan uang secara berlebihan hanya akan menimbulkan kesengsaraan lagi pada 2018.
Maduro, bagaimanapun, menghabiskan banyak waktu untuk menyalahkan orang lain atas kesengsaraan negara itu. Dia mengatakan media asing dan lokal menyebarkan propaganda negatif, sementara Venezuela menghadapi serangan terhadap mata uangnya dan mencoba untuk menyabotase industri minyaknya.
(agi/reuters)