Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah yang akan menyesuaikan formula tarif listrik diperkirakan membuat inflasi bengkak. Bahkan, melewati target inflasi pemerintah sebesar 3,5 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada tahun ini.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengestimasi, inflasi akan bengkak ke kisaran 4,2 persen bila ada kenaikan tarif listrik pada tahun ini.
"Proyeksi kami, inflasi tanpa ada penyesuaian tarif listrik di akhir tahun bisa mencapai 3,6 persen. Apalagi, ditambah listrik naik, inflasi bisa di atas 4,2 persen," ujar Bhima kepada
CNNIndonesia.com, Senin (29/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, inflasi akan terkerek tinggi lantaran dampak kenaikan tarif listrik hampir sama dengan pengaruh dari kenaikan harga pangan, yaitu memberikan andil hingga 2,5 persen sampai 3 persen pada inflasi.
Dengan demikian, otomatis ketika tarif listrik dinaikkan, inflasi terkerek tinggi. Sebab, saat ini saja, andil inflasi pangan masih membayangi laju inflasi secara keseluruhan, salah satunya karena pengaruh harga beras yang sempat meroket pada awal tahun ini. Hal ini bisa berpengaruh ke kemampuan atau daya beli masyarakat.
"Dengan naiknya harga beras, ayam potong, dan telur ayam saja dampak ke masyarakat otomatis akan kurangi belanja," katanya.
Selain itu, dampak kenaikan tarif listrik terhadap bengkaknya infasi, bisa terlihat dari cerminan inflasi awal tahun lalu. Pada Januari 2017, inflasi berada di kisaran 0,97 persen secara bulanan (month to month/mtm) dan 3,49 persen (yoy), di mana salah satunya karena penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan listrik berkapasitas 900 voltampere (VA).
Untuk itu, pemerintah diminta tak menaikkan tarif listrik dalam waktu dekat. Bahkan, hingga akhir tahun ini untuk benar-benar memulihkan daya beli masyarakat sekaligus menjaga inflasi lebih dulu.
Menurut dia, jalan keluar yang bisa dilakukan adalah dengan menanggung selisih tarif keekonomian dan tarif yang harus dibayar masyarakat menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Maka itu, di satu sisi juga tidak memberatkan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang justru diberi mandat untuk menalangi selisih tarif keekonomian dan yang dibayarka masyarakat.
"Sebagai kompensasi agar keuangan PLN tidak terganggu, maka pemerintah bisa menyuntikan anggaran lebih besar (ke PLN)," pungkasnya.
Dengan hal ini, diharapkan tarif listrik bagi masyarakat tidak naik, daya beli masyarakat terjaga, dan target inflasi pemerintah tetap bisa tercapai dalam kisaran yang diharapkan.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, penyesuaian formula baru tarif listrik akan turut menghitung faktor harga batu bara yang saat ini tengah menanjak.
Sedangkan saat ini, formula penyesuain tarif listrik pelanggan non listrik hanya memperhitungkan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oils Price/ICP), dan inflasi. Padahal, sumber energi pembangkit listrik terbesar di Indonesia berasal dari batu bara.
"Pasti (akan naik). Nanti harus mencari formulasi baru lagi kalau memang ada faktor yang perlu disesuaikan lagi," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy Noorsaman Someng.
Kendati demikian, Andy belum bisa memastikan berapa besaran kenaikan tarif listrik nanti akan terpengaruh. Pasalnya, hal itu masih dihitung.
(lav)