Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan
Enggartiasto Lukita menilai pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak selalu berdampak buruk bagi neraca perdagangan. Ia menilai, pelemahan rupiah justru bikin nilai ekspor Indonesia lebih kompetitif.
Dengan volume ekspor yang lebih tinggi, maka Indonesia berkesempatan meraup nilai ekspor yang lebih tinggi lagi. Terlebih, sejauh ini nilai ekspor Indonesia terus membaik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor di bulan Maret kemarin tercatat US$15,58 miliar atau naik 10,49 persen dibanding bulan sebelumnya yakni US$14,1 miliar. Jika nilai ekspor semakin tinggi, ia yakin ini bisa mengompensasi peningkatan nilai impor yang juga ikut tinggi lantaran rupiah kian melemah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah eksportir sebelumnya mengaku tak meraup untung banyak dari pelemahan rupiah. Eksportir justru meminta adanya kestabilan nilai rupiah, lantaran bahan baku atau komponen produksi lainnya masih diimpor.
Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, misalnya, tak menampik pelemahan nilai tukar rupiah akan berdampak positif pada nilai ekspor batu bara. Namun, Hendra mengingatkan bahwa sebagian besar komponen peralatan alat berat pertambangan masih harus diimpor. Kemudian, harga minyak dunia juga meningkat sehingga mendongkrak biaya bahan bakar.
Selain itu, perusahaan juga menghadapi tantangan dari penyesuaian harga batu bara untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang dipatok maksimal US$70 per ton yang akan mempengaruhi penerimaan sekitar 25 persen dari
output.
"Dengan melemahnya rupiah, menurut saya, industri batu bara juga tidak diuntungkan karena otomatis dengan penguatan dolar komponen biaya produksi kami juga akan bengkak," ujar Hendra.
Komentar senada juga dikeluarkan dari oleh Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPPMI) Adhi S Lukman. Menurut Adhi, nilai ekspor makanan dan minuman olahan tak banyak melonjak meskipun nilai tukar rupiah melemah.
"Ekspor makanan dan minuman olahan di Indonesia masih kecil yaitu hanya sekitar US$6 miliar," jelasnya.
(agi)