Jakarta, CNN Indonesia -- "Mari bu, lihat dulu tenun Badui nya," ucap Umasaroh mengajak pengunjung melihat kain-kain yang ia jual dalam pameran di Karya Kreatif Indonesia (KIK) 2018 di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan.
"Bagus ini dari Badui yah," balas pengunjung tersebut.
Hal itu merupakan salah satu percakapan yang terjadi di gerai milik Umasaroh, salah satu penjual asal Banten yang menjadi peserta dari pameran KIK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai corak kain tenun dan batik dari sejumlah provinsi tampak berjejer rapi di ruangan pameran itu. Di masing-masing booth, tertulis asal nama daerah kain yang dijual.
Bak mengelilingi Indonesia, siapapun pecinta kain dan batik pasti setuju menyebut tempat itu layaknya surga kain. Semua mata pengunjung dimanjakan oleh motif cantik pada kain yang dijajakan oleh penjual.
Tak hanya badui dari Banten, tapi juga Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sumatra Selatan, Jawa Timur, hingga Bali.
Bagi Umasaroh yang asli warga Banten, mencoba peruntungan dengan mengikuti pameran yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI) ini menjadi pilihan tepat. Pameran digeral selama tiga hari, dimulai sejak Jumat (20/7) hingga Minggu (22/7).
"Saya sudah sering ikut pameran, misalnya kemarin Inacraft juga saya ikut," cerita Umasaroh.
Namun, ia mengaku omzetnya tak menentu selama mengikuti pameran karena tergantung hari dan momentum. Misalnya, saat Inacraft kemarin ia mendapatkan omzet hingga Rp20 juta. Namun, ia mengaku pesimis bisa mencapai angka tersebut dalam pameran kali ini.
"Inacraft kan seminggu, ini hanya tiga hari. Ya nggak nentu ya dapatnya. Tapi ini pasti lebih kecil," ujar Umasaroh.
Perempuan berumur 43 tahun ini menjual kainnya secara bervariasi berkisar Rp150.000-Rp750.000. Perbedaan harga itu dilihat secara motif dan lebarnya.
Meski sering mengikuti pameran, Umasaroh rupanya tak hanya bergantung pada pameran karena ia juga memiliki toko sendiri di Banten.
"Kalau di luar pameran, di toko itu sebulan omzet bisa Rp100 jutaan," terang Umasaroh.
Tak cukup tertarik dengan kain Badui, pengunjung tentu bisa melipir ke booth lain, misalnya Bangka Belitung.
Kios itu tampak cerah, seakan diterangi oleh warna dan corak dari kain yang ditawarkan oleh penjualnya, Magdalena.
Berbeda dengan Umasaroh, perempuan asal Kabupaten Bangka Barat ini baru pertama kali mengikuti pameran. Ia juga masuk dalam daftar pengrajin UMKM yang dibina oleh BI dalam setahun terakhir.
"Saya ini menjual 10-20 kain, karena kain tenun kan produksinya agak lama juga ya," tutur Magdalena.
Bagi yang belum lihai, satu kain saja bisa selesai minimal tiga bulan. Namun, satu tenun sebenarnya bisa diselesaikan dalam satu bulan bagi mereka yang sudah lihai.
Terkait harga, tenun hasil produksi miliknya dibanderol dengan harga Rp1.800.000-Rp3.400.000. Harganya memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan tenun khas Badui tadi.
"Ini dijualnya segitu karena memang modalnya juga besar, benangnya juga mahal," ucapnya.
Salah satu pengunjung bernama Nurma mengaku kegirangan datang ke pameran tenun dan batik ini karena bisa mendapatkan banyak menemukan berbagai motif dan corak tenun.
"Selain banyak kain, saya datang ke sini juga untuk mencari referensi atau pengetahuan baru kan," terang Nurma.
Terlebih, motif dan model batik kini tak seperti dulu yang terkesan monoton. Kini model batik sudah lebih modern dan tampak penuh gaya saat dikenakan.
Secara keseluruhan, pameran ini tak hanya diisi oleh penjual tenun dan batik. Pengunjung juga bisa menemukan makanan khas daerah, misalnya Bangka Belitung di salah satu booth.
(lav)