Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden
Jusuf Kalla (JK) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan melakukan efisiensi guna mengatasi defisit. Efisiensi dapat dilakukan dengan pengawasan maksimal dan kontrol terhadap rumah sakit.
"Artinya pelayanannya tepat, baik untuk konsumen, tidak menimbulkan ongkos yang berlebihan. Jangan ada orang yang tiap hari fisioterapi contohnya, atau baksos masuk BPJS. Harus dikontrol rumah sakit yang menyelenggarakan itu," ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, Selasa (7/8).
Kondisi BPJS Kesehatan sampai beberapa tahun terakhir diketahui masih bermasalah. Kondisi keuangan mereka selalu defisit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga akhir 2017, defisit BPJS Kesehatan tercatat Rp9,75 triliun. Defisit terjadi lantaran iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hanya Rp74,25 triliun, sementara jumlah klaimnya mencapai Rp84 triliun.
BPJS Kesehatan bahkan memprediksi bahwa defisit tahun ini dapat menembus Rp16,5 triliun.
Menurut JK, defisit anggaran terjadi lantaran selama empat tahun terakhir pihak BPJS selalu menjaga tarif bagi masyarakat. Di sisi lain, permintaan terhadap layanan kesehatan dari masyarakat juga semakin banyak.
"Karena itu terjadilah defisit, maka diinstruksikan kepada BPJS agar lebih efisien," katanya.
JK pun menyebut pemerintah siap menambal defisit pada BPJS Kesehatan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Ya dari APBN pasti, jumlahnya harus sesuai," ucap JK.
Meski diminta melakukan efisiensi, Presiden Joko Widodo mengarahkan agar manfaat BPJS Kesehatan tak dikurangi.
Sementara, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengatakan pemerintah sudah merencanakan sembilan bauran kebijakan demi menanggulangi defisit BPJS Kesehatan. Namun, opsi yang diambil membutuhkan kejelasan audit BPKP terkait jumlah sebenarnya defisit yang dialami.
"Semua opsi sudah kami rapatkan, namun semua itu sudah bisa diketahui jika kami mendapatkan angka (defisit) yang jelas. Ada sembilan bauran yang kami lakukan, tapi karena angkanya harus jelas, jadi angka (defisit) yang kami terima dari BPJS Kesehatan akan kami cocokan dengan BPKP," terang dia.
Selain itu, ia juga belum paham ihwal periode audit yang digunakan dalam memeriksa keuangan BPJS Kesehatan. Namun, ia berharap audit tersebut segera terbit lantaran bakal melakukan rapat koordinasi dalam satu hingga dua hari ke depan.
"Sampai saat ini rapat teknis dilakukan. Beberapa hal masih dibicarakan, dan pengondisian di teknis, satu-dua hari ini akan dirapatkan," imbuh Puan.
Kepala BPKP Ardan Adiperdana mengatakan saat ini audit atas defisit BPJS Kesehatan sedang diproses. Meski proses audit sudah dilakukan sepekan terakhir, ia mengaku belum bisa menjanjikan audit tersebut rampung pada Kamis pekan ini. "Nanti dilihat saja ya," terang Ardan singkat, ditemui di lokasi yang sama.
Sekretaris Utama BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan suntikan uang dari kantong negara ini merupakan transfer langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola Kementerian Keuangan kepada BPJS Kesehatan. Jumlah dana yang akan dikeluarkan pemerintah memang akan ditentukan setelah audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terbit.
Menurutnya, opsi bantuan pemerintah ini ditempuh karena dianggap lebih adil. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016, terdapat tiga opsi untuk menutupi defisit, yakni penyesuaian manfaat, penyesuaian iuran, dan bantuan pemerintah.
(agi)