Menko Darmin: Jangan Bandingkan Rupiah dengan Krisis 1998

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 04 Sep 2018 14:06 WIB
Nilai tukar rupiah hingga siang ini sudah menembus Rp14.900 per dolar AS. Meski demikian, pemerintah meminta masyarakat tak membandingkan dengan kondisi 1998.
Ilustrasi rupiah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta masyarakat tak membandingkan kondisi pelemahan rupiah yang terjadi saat ini dengan krisis moneter pada 1998 silam. Ia menekankan kondisi yang terjadi saat itu jauh berbeda dengan saat ini.

Darmin menjelaskan besaran pelemahan rupiah pada 1998 jauh berbeda dengan saat ini. Pada 1998, rupiah terdepresiasi 400 persen dari Rp2.800 per dolar AS menjadi Rp14 ribu per dolar AS. Sementara pada sepanjang tahun ini, rupiah melemah sekitar 9 persen.

Ia juga menyebut kondisi makroekonomi pada 1998 berkali lipat lebih parah dibanding saat ini. Ia mengambil contoh inflasi yang sempat menembus 77 persen kala itu. Sedangkan saat ini, inflasi secara tahun kalender masih mencatat 2,3 persen. Bahkan, Agustus kemarin Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,05 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya heran itu ada yang membandingkan bahwa rupiah sudah tembus angka terendah 1998 dan 1999. Saya tekankan bahwa persoalan tahun 1998 itu lebih parah dibanding saat ini, tolong membacanya dan membandingkannya ini yang fair," jelas Darmin ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (4/9).


Ia juga tak mau menyebut bahwa pelemahan rupiah yang terjadi saat ini merupakan buah dari kesalahan kebijakan pemerintah. Menurut dia, kondisi eksternal yang terjadi saat ini memang tengah kuat hingga mempengaruhi rupiah.

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini mengatakan, salah satu sentimen yang kuat berasal dari Argentina. Krisis ekonomi yang terjadi di negara itu menular ke negara lainnya dan menimbulkan sentimen negatif pada pasar keuangan. Sekadar informasi, pelaku pasar mulai panik setelah pemerintah Argentina mengumumkan akan menarik bantuan likuiditas sebesar US$50 miliar untuk anggaran 2019.

Meski demikian, pemerintah pun menilai bahwa depresiasi yang terjadi saat ini sudah tidak masuk akal. "Mesti ada sesuatu yang perlu kami cari, kami harus cari tahu dasar (depresiasi) ini apa," jelas dia.

Ia juga enggan mengomentari terkait kebijakan moneter yang harus ditempuh BI sebagai langkah stabilisasi. Pemerintah, lanjut Darmin, tentu akan fokus dalam perbaikan defisit transaksi berjalan karena itu satu-satunya faktor yang bisa dikendalikan pemerintah demi memperbaiki nilai rupiah.


Data Bank Indonesia per akhir kuartal II kemarin menunjukkan defisit transaksi berjalan mencapai US$8 miliar atau setara 3 persen dari Produk Domestik bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II 2014 sebesar 4,3 persen dari PDB.

"Yang kami kerjakan ini sektor riil. Kami bicara pariwisata, batu bara, ekspor industri. Kita ngomong berbagai sektor," jelas dia.

Nilai tukar rupiah menembus Rp14.900 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan siang ini, Selasa (4/9). Pada pukul 14.45 WIB, rupiah tepatnya berada di Rp14.910 per dolar AS. Posisi ini melemah 95 poin dari posisi sore kemarin di Rp14.815 per dolar AS.

Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.840 per dolar AS. (agi/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER