Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) memproyeksi nilai tukar
rupiah akan bergerak di kisaran Rp14.300-14.700 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 2019. Proyeksi itu menempatkan rupiah jauh lebih kuat dibanding saat ini yang telah menyentuh kisaran Rp14.900 per
dolar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan proyeksi itu berasal dari akumulasi risiko dan potensi kondisi ekonomi dari luar dan dalam negeri pada tahun depan. Dari sisi eksternal, ia memperkirakan tekanan kebijakan moneter bank sentral AS Federal Reserve tak akan sebesar saat ini.
Pasalnya, proyeksi kenaikan tingkat suku bunga The Fed diperkirakan hanya sekitar 2-3 kali atau lebih sedikit dari tahun ini yang mencapai empat kali, yaitu pada Maret, Juni, September, dan Desember 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang mereka masih naik, tapi lebih sedikit, sehingga tekanan dari kenaikan bunga tidak setinggi tahun ini," ucap Perry di Gedung DPR/MPR, Jakarta Selatan, Selasa (4/9).
Tak hanya itu, faktor tekanan global dari perang dagang antara AS dengan sejumlah mitranya juga diharapkan bisa mereda dengan penemuan solusi atas masalah mereka.
Dari dalam negeri, bos bank sentral nasional itu memperkirakan ketahanan ekonomi Indonesia akan lebih baik pada tahun depan, sehingga ampuh menangkal tekanan yang ada. Dia bilang, keyakinan itu berasal dari upaya pemerintah untuk memulihkan defisit transaksi berjalan sejak paruh kedua tahun ini.
Menurut hitung-hitungannya, berbagai jurus pemulihan defisit transaksi berjalan setidaknya bisa mengurangi defisit hingga US$12-13 miliar. Hitungan itu berasal dari kebijakan perluasan mandatori biodiesel 20 persen (B20) yang diperkirakan dapat menurunkan defisit sekitar US$2,2 miliar.
Selanjutnya, dari jurus pembatasan impor dengan merevisi aturan Pajak Penghasilan (PPh) impor diperkirakan bisa membuat akumulasi defisit turun hingga US$6 miliar. Lalu, defisit bisa berkurang mencapai US$9-10 miliar karena ada sumbangan dari peningkatan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oils/CPO).
"Belum lagi dari sektor pariwisata, mungkin ada penambahan devisa sekitar US$3 miliar, sehingga dari semua itu berkurang US$12-13 miliar," terangnya.
Berdasarkan semua perhitungan itu, Perry memperkirakan defisit transaksi berjalan bisa ditekan menjadi US$25 miliar atau 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun ini dan dijaga di kisaran tersebut sampai tahun depan.
"Dari situlah defisit akan lebih rendah dari perkiraan kami semula," imbuhnya.
Tak ketinggalan, harga komoditas diperkirakan juga akan lebih baik pada tahun depan, sehingga bisa meningkatkan devisa dari ekspor yang selanjutnya turut memulihkan defisit transaksi berjalan.
(lav)