Corona Bikin Ojol Megap-megap, Bayar Cicilan pun Gagap

Ahmad Bachrain | CNN Indonesia
Selasa, 14 Apr 2020 07:44 WIB
Pengemudi ojol bercerita soal lesunya orderan penumpang di tengah corona, yang membuat mereka gagap membayar cicilan motor.
Pengemudi ojol bercerita soal lesunya orderan penumpang di tengah corona, yang membuat mereka gagap membayar cicilan motor. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat).
Jakarta, CNN Indonesia -- Sulthoni Ahmad lebih banyak berkelakar saat bicara masa-masa sulit mendapat orderan di tengah bencana nasional virus corona. Papitom, panggilan akrabnya, satu dari sekian banyak driver ojek online (ojol) yang terdampak tekanan ekonomi akibat covid-19.

Orderan semakin 'kering kerontang' setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Salah satu yang paling memberatkan adalah larangan mengangkut penumpang. Praktis, pria 40 tahun itu hanya mengandalkan layanan pesanan antar makanan atau barang-barang yang jumlahnya juga tidak banyak.

"Kemarin sama sekali enggak dapat orderan. Hari ini sih alhamdulillah sudah empat. Uang dari ojol pas-pasan buat makan sekeluarga saja," ujar pria empat anak ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namanya juga hidup. Buat orang seperti kami krisis seperti ini jadi bahan tertawaan saja. Tidak usah dibikin stres, malah tambah susah," tambahnya.

Papitom tak malu-malu lagi mengatakan sama sekali tidak mampu membayar cicilan motor yang masih tersisa 12 bulan lagi. Bisa dibilang kondisi keuangannya megap-megap, bayar cicilan pun gagap.

"Cari duit lagi 'megap-megap' sekarang ini. Hahaha.. Cicilan saya per bulan Rp1.250.000, ambil (tenor) cicilan 23 bulan. Sekarang uang sebanyak itu berat juga untuk bayar cicilan," terang Papitom.

Beda cerita dengan Syaugi Riza Taufik, pramuniaga toko di mal bilangan Senayan, Jakarta Pusat. Ia mengaku belum mengetahui cara pengajuan penangguhan cicilan kendaraan.

Padahal, Syaugi mengatakan kondisinya sekarang amat berat membayar cicilan kendaraan roda dua. Sudah setahun lalu ia mencicil motor sebesar Rp1,5 juta per bulannya.

"Masih 12 bulan lagi. Tapi berat banget bayar cicilan sekarang. Pembelian lagi sepi seperti ini, sedangkan saya banyak mengandalkan komisi-komisi dari penjualan," jelasnya.

Ia mengakui mencicil kendaraan dari salah satu multifinance Astra Group. Perusahaan yang disebutkannya itu masuk dalam leasing yang memberikan penangguhan cicilan.

Jangankan membayar cicilan, sementara ini dia tak bisa menabung untuk membiayai rencana pernikahannya. Syaugi bersama kakak perempuannya juga harus membantu kebutuhan sehari-hari orang tua dan adik-adiknya.

"Mau bagaimana lagi, situasinya lagi darurat begini. Kalau bisa memang enggak bayar cicilan motor dahulu. Tapi saya belum coba karena tidak tahu caranya," terang Syaugi.

[Gambas:Video CNN]

Otoritas Jasa keuangan (OJK) mengklaim sudah ada 183 multifinance yang menawarkan relaksasi penundaan pembayaran cicilan kepada nasabah. Bahkan, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi bilang 183 perusahaan itu memberitahukan kepada nasabah yang berpotensi terdampak.

"Dari sana, ada 10.620 debitur yang sedang mengajukan restrukturisasi," imbuh dia.

Namun, memang tidak semua nasabah bisa menikmati penundaan pembayaran cicilan tersebut. Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menuturkan perusahaan anggotanya memberi prioritas hanya kepada nasabah yang terdampak langsung oleh corona.

"Kalau ditanya apa benar ada yang tidak dapat penundaan? Ya benar ada saya katakan, tapi kan ini tetap sesuai dengan aturan yang ada," ujar Suwandi.

Aturan yang dimaksud tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor S-9/D.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) bagi Perusahaan Pembiayaan.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa persetujuan relaksasi berdasarkan penilaian kebutuhan dan kelayakan restrukturisasi dari perusahaan pembiayaan.

Lalu, kualitas pembiayaan bagi debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19 yang direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan restrukturisasi.

Kemudian, multifinance bisa memberikan relaksasi berdasarkan analisis pembiayaan yang memadai dari sisi keyakinan, kemampuan, dan kesanggupan debitur untuk melunasi pembiayaan ke depan.

"Artinya, ketika diberi penundaan bayar pun, ada pembayaran lain yang diharapkan tetap lancar, sehingga memenuhi ketentuan yang diberlakukan masing-masing multifinance kepada debitur sesuai perjanjian," jelasnya.

Selain itu, dalam aturan itu, OJK sejatinya tetap meminta multifinance untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, dan tata kelola perusahaan yang baik. Tak ketinggalan, multifinance tetap diminta melakukan pengawasan yang ketat.

"Jadi jelas, apakah debitur itu kesulitan akibat covid-19 dan tidak pernah macet sebelumnya. Lalu, perusahaan yang menilai bisa atau tidaknya," katanya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER